Jaguar Land Rover Hentikan Sementara Produksi di Inggris

Antara, | CNN Indonesia
Selasa, 29 Jan 2019 08:57 WIB
Inggris akan berpisah dengan Uni Eropa dalam batas waktu yang ditetapkan, 29 Maret 2019, kendati proses yang dikenal sebagai Brexit itu menimbulkan kontroversi.
Merek mobil mewah itu bahwa sudah menutup pabrik utamanya di Solihull selama dua pekan pada Oktober 2018, mencerminkan
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaguar Land Rover (JLR) mengumumkan rencana penghentian produksi selama sepekan pada April 2019 di pabrik Inggris terkait masalah Brexit.

JLR mengatakan penghentian produksi secara sementara akan berlangsung pada 8-12 April, memengaruhi tiga pabrik mobil Jaguar Land Rover serta pabrik mesin mereka.

"Kami telah mengonfirmasi tanggal libur tahun ini kepada karyawan di semua lokasi di Inggris. Sebagai bagian dari ini, kami juga telah mengonfirmasi bahwa akan ada tambahan minggu penghentian produksi pada 8-12 April karena potensi gangguan Brexit," kata juru bicara JLR dikutip dari Antara, Senin (28/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inggris akan berpisah dengan Uni Eropa dalam batas waktu yang ditetapkan, 29 Maret 2019, kendati proses yang dikenal sebagai Brexit itu menimbulkan kontroversi.

Dari sektor otomotif, JLR telah memperingatkan berulang kali agar Inggris tidak keluar dari blok ekonomi yang beranggotakan 28 negara itu. Hal itu berpotensi buruk pada industri otomotif karena dapat mempersulit jaringan rantai pasokan bahan baku dan suku cadang, hingga pada akhirnya akan berimbas pada lapangan kerja.

JLR mempekerjakan kurang dari 39.000 pekerja di sejumlah pabrik di Inggris antara lain Castle Bromwich, Solihull-Wolverhampton, West Midlands, dan Halewood Merseyside.

Rencana penghentian produksi itu mengikuti pengumuman awal bulan ini, saat perusahaan menghentikan 4.500 pekerja guna menghemat biaya hingga 2,5 miliar poundsterling (Rp46 triliun).

Merek mobil mewah itu bahwa sudah menutup pabrik utamanya di Solihull selama dua pekan pada Oktober 2018, mencerminkan "permintaan yang tidak stabil" di pasar-pasar utama seperti China.

Sebelumnya Perdana Menteri Theresa May menganggap mustahil bagi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan kerja sama dengan kawasan itu, yang kerap disebut 'hard Brexit'.

Pernyataan itu diutarakan May menanggapi surat pemimpin koalisi oposisi dari Partai Buruh, Jeremy Corbyn, yang meminta dirinya tak melibatkan Uni Eropa sebagai prasyarat dalam pembicaraan proposal Brexit antara pemerintah-parlemen.

Hal itu disampaikan May setelah draf proposalnya soal rancangan undang-undang Brexit kalah suara lagi di parlemen pada awal pekan lalu.

RUU Brexit rancangan May menginginkan Inggris keluar Uni Eropa dengan cara 'halus' atau 'soft Brexit', di mana negaranya tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan blok tersebut.
Sementara itu, parlemen dan mayoritas pendukung Brexit ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa pun.

Akibat kekalahan pemerintah, kesepakatan Brexit kian tidak jelas bahkan di ambang kehancuran. Padahal undang-undang mengenai Inggris keluar dari Uni Eropa harus rampung pada 29 Maret mendatang.

Kekacauan ini membuat oposisi pemerintah mengajukan mosi tidak percaya demi menggulingkan May. May lagi-lagi berhasil lolos setelah mosi tidak percaya kalah suara dalam pemungutan suara pada Rabu (16/1).

Tak lama, May mengajak sejumlah petinggi parlemen dari oposisi untuk bertemu, termasuk Corbyn. Namun, ia "kecewa" karena Corbyn tak menerima tawarannya untuk bertemu dan berdiskusi tentang penyelesaian proposal RUU Brexit.

"Pintu saya tetap terbuka lebar untuk pertemuan dan diskusi tanpa prasyarat apa pun. Saya akan dengan senang hati mendiskusikan proposal RUU Brexit gagasan Corbyn yang memungkinkan kerja sama bea cukai dengan Uni Eropa," kata May seperti dikutip AFP pada Jumat (18/1). (mik)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER