ANALISIS

Enzo Allie dan Fakta di Balik Jejak Digital

CNN Indonesia
Selasa, 13 Agu 2019 20:22 WIB
Kasus Enzo Allie mencuat lantaran netizen membongkar jejak digital dari pria keturunan Perancis-Sunda itu, pengamat buka suara soal fakta jejak digital
Ilustrasi (kpgolfpro/Pixabay)
Alfons Tanujaya mengatakan jejak digital seseorang akan bertambah banyak jika ia aktif menggunakan internet. Sebab setiap kegiatan pengguna internet pasti akan tercatat.

Jejak digital sebenarnya bukan hal yang perlu dikhawatirkan karena dimiliki oleh semua orang yang pernah mengakses internet.

Di satu sisi, jejak digital berpengaruh positif karena catatan aktivitas pengguna terlacak secara mendetail. Bahkan ketika pemilik sudah menghapusnya, konten yang pernah diunggah melalui media sosial atau situs internet akan tetap ada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, pengaruh negatifnya lantaran konten itu bisa diambil dan diedit hingga bebas dimanipulasi oleh pengguna internet lainnya.

Jejak yang disadari dan tidak

Alfons juga menjelaskan bahwa ada jejak digital yang disadari dan tidak. Untuk itu, Alfons mengimbau pengguna internet untuk berhati-hati menampilkan sesuatu di media sosial dan internet. Mengingat konten apapun akan selalu ada dan tercatat tanpa bisa dihapus begitu saja

"Kalau yang disadari itu misalnya posting di Facebook, Tweet, Instagram, email/Mailing List, Whatsapp broadcast (siaran), dan sebagainya," jelasnya.

Sementara jejak digital yang tak disadari misalnya foto yang tertangkap oleh orang lain. Komentar yang pernah diposkan di konten orang lain tapi pengguna lupa.

Enzo Allie dan Fakta Soal Jejak Digital Tiap tindakan di dunia maya menyimpan data jejak digital (CNN Indonesia/Mundri Winanto)

Kun lantas mencontohkan kasus yang menimpa seorang dokter terkenal di Bandung. Ia mengeposkan konten soal kasus 22 Mei di Facebook.

"Meskipun dengan segera postingan tersebut dihapus olehnya, tetapi apa yg dia unggah telah tersebar di berbagai macam media sosial. Jejak digital dari unggahan tersebut mengarah ke dokter itu, meskipun laman di Faceboknya sudah dihapus," tuturnya.

Disamping itu, Alfons juga menjelaskan bahwa jejak digital juga bisa terekam dalam bentuk lain. Misalnya kebiasaan belanja, konsumsi yang terekam di e-commerce.

"(Hingga) rekaman penggunaan layanan online seperti Gojek, Gocar dan sejenisnya, record lain seperti pinjaman online, pinjaman bank," paparnya.

Penyimpanan jejak digital lain yang mungkin tidak disadari pengguna menurut Kun adalah fitur pengunggahan otomatis dari smartphone pengguna. Fitur ini biasanya berupa pengunggahan otomatis foto di cloud penyedia layanan, seperti Google Drive atau iCloud.

Situs Tech Terms menyebut, jejak digital memang terbagi jadi jejak digital aktif dan pasif. Jejak digital aktif merupakan data yang sengaja dibagikan oleh pengguna internet dengan harapan bisa dilihat atau disimpan oleh orang lain. Semakin banyak data atau informasi yang dibagikan, maka semakin banyak jejak digital yang bisa dilihat atau disimpan oleh orang lain.

Sementara jejak pasif merupakan data yang tanpa sadar telah ditinggalkan oleh pengguna internet termasuk riwayat penelusuran web hingga alamat IP. Sebagai contoh alamat IP yang akan mengenali penyedia layanan internet (internet service provider/ ISP) hingga lokasi ketika Anda mengakses situs web.

Sadar jejak digital

Untuk itu, Kun mengingatkan pengguna internet harus memahami dan menyadari bahwa penggunaan jaringan internet bukan berarti bebas yang "tanpa data catatan".

"Catatan tersebut terdapat mulai dari penyedia layanan internetnya (ISP), operator telekomunikasi, hingga ke penyedia aplikasi yg digunakan tersebut. Misal, aplikasi browser atau aplikasi medsos," jelasnya.

Penyimpanan jejak digital bahkan bisa melebar ke penyimpanan perangkat atau aplikasi pihak ketiga jika konten tersebut disimpan oleh pengguna lain.

Untuk itu, Kun menyarankan agar pengguna tidak menyimpan data, file penting dan sensitif, di dalam smartphone. Ia juga meminta pengguna agar bijak menggunakan fasilitas penyimpanan awan (cloud) yang banyak ditawarkan.

"Jangan aktifkan penyimpanan otomatis di media penyimpanan cloud," tambah Kun.

Selain itu, pengamat media sosial Enda Nasution juga mengingatkan agar pengguna internet sadar dan berhati-hati.

"Apapun yg kita posting ke media sosial akan ada konsekuensinya. Kalau tidak sekarang mungkin di masa datang. Apa yang kita pernah tulis, like, upload (unggah) di media sosial akan selalu bisa menghantui kita." (eks/eks)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER