Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Siber dan Sandi Negara (
BSSN) menanggapi perusahaan solusi keamanan siber asal Amerika Serikat (AS), Palto Alto Networks yang mengatakan sumber daya manusia (SDM) bidang keamanan siber di Asia Pasifik meliputi Indonesia masih minim.
Menurut Ketua BSSN Hinsa Siburian, Indonesia telah memiliki sekolah khusus untuk mempertahankan keamanan siber. Sebab dijelaskan Hinsa, SDM-SDM berkualitas di bidang keamanan digital di Indonesia adalah kunci.
"Kita mesti membangun SDM, ini yang sedang kita kerjakan. BSSN dengan latar belakang Sekolah Tinggi Sandi Negara, kita sudah mengembangkan Politeknik Siber," ucapnya saat acara Peluang dan Tantangan Ruang Siber Indonesia di Jakarta, Rabu (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain meningkatkan SDM, Hinsa dan jajarannya juga membangun Research & Development dengan cara menjajaki kerja sama dengan sejumlah lembaga penelitian dan universitas.
BSSN juga membuka peluang untuk bekerja sama dengan lembaga penelitian dari luar Indonesia, demi mengembangkan teknologi keamanan siber.
"Selain SDM, kita juga kembangkan Research & Development. Kami tentunya sedang kita jajaki kerja sama dengan semua perguruan tinggi, dan lembaga penelitian," pungkas Hinsa.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital sekaligus Juru Bicara BSSN, Anton Setiyawan menanggapi bahwa talenta digital di kawasan Asia-Pasifik masih banyak pengembangan untuk kemajuan ekosistem digital.
"Memang secara global, gap kebutuhan dan pemenuhan untuk talenta digital masih sangat kurang, termasuk Indonesia. Untuk itulah Presiden Jokowi mencanangkan Indonesia Unggul di bidang pembangunan SDM," kata Anton.
"Khusus untuk talenta di bidang Keamanan Siber maka BSSN sudah menyusun Peta Okupasi Bidang Keamanan Siber. Ini adalah peta kompetensi SDM Siber, lanjut Anton.
Sejauh ini BSSN menurut Anton sudah meningkatkan SDM proteksi digital.
"Kita melakukan pendidikan di Sekolah Tinggi Sandi Negara yang sebentar lagi akan bertransformasi menjadi Politeknik Siber dan Sandi. Saat ini masih untuk BSSN [lulusan Politeknik Siber dan sandi], tapi akan dibuka juga formasi utk pegawai Kementerian dan Pemda," ucap Anton.
Sebelumnya, perusahaan solusi keamanan siber, Palto Alto Networks menyinggung SDM dan kesenjangan talenta bidang keamanan siber di Indonesia.
Menurut Field Chief Security Officer Kevin O'Leary ada sejumlah posisi yang mensyaratkan kualifikasi dan spesifikasi tugas yang luas bahkan kadang dianggap kurang realistis.
"Di Asia Pasifik sendiri, dibutuhkan paling tidak sekitar 2,14 juta SDM di bidang keamanan siber. Maka dibutuhkan pendekatan menyeluruh untuk mengatasi persoalan ini yaitu pengadopsian strategi otomatisasi dan mengeksplorasi seluruh alternatif yang ada," ucapnya saat acara Prediksi Palto Alto Networks 2020 di Sentral Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut O'Leary, otomatisasi dianggap sebagai elemen kunci dalam penerapan strategi keamanan siber di masa depan karena tidak lagi membutuhkan campur tangan operasi dari manusia. Artinya, operasional perusahaan bakal dilakukan secara otomatis.
Selain itu, Palto Alto menyebut perusahaan mesti menekankan kepada karyawan mereka untuk lebih fokus mengasah skill untuk tugas-tugas tingkat tinggi yang tidak bisa diotomatisasikan seperti pemecahan masalah, komunikasi, dan kolaborasi.
"Hal itu memicu dirombaknya struktur security operating centre (SOC) dan terjadinya pergeseran kebutuhan SDM di bidang tersebut sehingga kesenjangan SDM dapat segera teratasi," kata O'Leary.
Catatan redaksi: Judul berita ini diubah pada Selasa (10/12) setelah mendapat klarifikasi dari narasumber. Sebelumya berjudul "BSSN Respons Pakar Siber AS yang Singgung Indonesia".
(din/mik)