
LIPI Tegaskan Bogor Bukan Penyebab Banjir Jakarta
CNN Indonesia | Rabu, 08/01/2020 08:03 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan faktor utama banjir di Jakarta bukan karena banjir kiriman dari Bogor yang berada di hulu. Penyebab banjir utama disebabkan oleh curah hujan ekstrem di Jakarta.
Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, M. Fakhrudin menjelaskan hujan memang menjadi faktor utama banjir di hilir. Sementara aliran sungai di hulu meningkatkan besaran dan lamanya banjir.
"Hujan ekstrem di hilir merupakan faktor utama terjadinya banjir di Jakarta," kata Fakhrudin dalam jumpa pers di Gedung LIPI, Jakarta Selasa (7/1).
Fakhrudin mengatakan selama periode waktu 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020, curah hujan kategori ekstrim (>150 mm/hari) telah dominan terjadi di wilayah DKI Jakarta yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 1990-an.
Di sisi lain, sebaran curah hujan di daerah penyangga seperti wilayah Bogor dan Depok didominasi dengan kategori hujan lebat.
Fakhrudin menjelaskan perubahan ahli fungsi lahan yang berlangsung cepat menyebabkan kemampuan daya resap sistem Daerah Aliran Sungai di Jabodetabek terhadap air hujan menjadi menurun.
"Hal ini menyebabkan proporsi jumlah air hujan yang dikonversi langsung menjadi aliran permukaan atau direct run-off akan cenderung terus meningkat," katanya.
[Gambas:Video CNN]
Fakhrudin lebih lanjut menyarankan agar pemerintah bisa memperbaiki sistem peringatan dini agar tidak hanya berdasarkan tinggi muka air (water level) pada sungai-sungai di hulu. Menurutnya sistem peringatan dini juga harus dikombinasikan dengan curah hujan.
Data tinggi muka air dengan curah hujan juga bisa dijadikan referensi pemerintah untuk menyiapkan sistem drainase air hujan lokal. Data-data tersebut juga harus bisa diakses masyarakat sebagai peringatan dini.
Sistem drainase perlu disesuaikan dengan besaran hujan ekstrem pada awal tahun 2020 atau dampak perubahan iklim ke depan dan diintegrasikan dengan sungai-sungai utama.
Fakhrudin juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan jumlah dan distribusi alat pemantauan real time.
"Tinjauan itu harus yang akurat. Sering melakukan kajian kurang akurat. Kadang-kadang masalah datanya, datanya kurang. Kita harus menambah banyak data, data curah hujan, data muka air," ujarnya.
(jnp/DAL)
Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, M. Fakhrudin menjelaskan hujan memang menjadi faktor utama banjir di hilir. Sementara aliran sungai di hulu meningkatkan besaran dan lamanya banjir.
"Hujan ekstrem di hilir merupakan faktor utama terjadinya banjir di Jakarta," kata Fakhrudin dalam jumpa pers di Gedung LIPI, Jakarta Selasa (7/1).
Fakhrudin mengatakan selama periode waktu 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020, curah hujan kategori ekstrim (>150 mm/hari) telah dominan terjadi di wilayah DKI Jakarta yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 1990-an.
Di sisi lain, sebaran curah hujan di daerah penyangga seperti wilayah Bogor dan Depok didominasi dengan kategori hujan lebat.
Fakhrudin menjelaskan perubahan ahli fungsi lahan yang berlangsung cepat menyebabkan kemampuan daya resap sistem Daerah Aliran Sungai di Jabodetabek terhadap air hujan menjadi menurun.
"Hal ini menyebabkan proporsi jumlah air hujan yang dikonversi langsung menjadi aliran permukaan atau direct run-off akan cenderung terus meningkat," katanya.
[Gambas:Video CNN]
Fakhrudin lebih lanjut menyarankan agar pemerintah bisa memperbaiki sistem peringatan dini agar tidak hanya berdasarkan tinggi muka air (water level) pada sungai-sungai di hulu. Menurutnya sistem peringatan dini juga harus dikombinasikan dengan curah hujan.
Data tinggi muka air dengan curah hujan juga bisa dijadikan referensi pemerintah untuk menyiapkan sistem drainase air hujan lokal. Data-data tersebut juga harus bisa diakses masyarakat sebagai peringatan dini.
Sistem drainase perlu disesuaikan dengan besaran hujan ekstrem pada awal tahun 2020 atau dampak perubahan iklim ke depan dan diintegrasikan dengan sungai-sungai utama.
Fakhrudin juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan jumlah dan distribusi alat pemantauan real time.
"Tinjauan itu harus yang akurat. Sering melakukan kajian kurang akurat. Kadang-kadang masalah datanya, datanya kurang. Kita harus menambah banyak data, data curah hujan, data muka air," ujarnya.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
BACA JUGA
LIHAT SEMUA
Drive Pit
LAINNYA DI DETIKNETWORK
TERPOPULER

Pakar: PP Postelsiar Kurangi Beban Bandwidth Besar Netflx dkk
Teknologi • 5 jam yang lalu
Sebab Paus Terdampar di Madura: Cuaca Ekstrem, Ulah Manusia
Teknologi 6 jam yang lalu
Samsung Galaxy M62 Rilis 3 Maret, Sudah Mejeng di Situs Resmi
Teknologi 7 jam yang lalu