Bandung, CNN Indonesia -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memperkenalkan dua
alat tes cepat virus corona (Covid-19) Jabar buatan ITB dan Unpad diklaim akurat hingga 80 persen dan dijual lebih murah.
Alat tes cepat ini berbeda dari yang ada di pasaran. Alat tes ini tidak menggunakan sampel darah pasien, tapi menggunakan swab atau cairan tubuh pasien untuk mendeteksi Covid-19.
Alat tes cepat Rapid Test 2.0 dan Surface Plasmon Resonance (SPR) ini merupakan hasil penelitian Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Emil, panggilan Ridwan Kamil, Rapid Test 2.0 memiliki akurasi yang lebih tinggi dibanding alat rapid tes sebelumnya. Akurasi Rapid Test 2.0, kata dia, mencapai 80 persen.
"Ini karena Rapid Test 2.0 tidak menguji sampel darah, tetapi swab," kata Emil saat memperkenalkan dua alat itu di Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatikan Unpad, Kota Bandung, Kamis (14/5).
Selain itu, harga alat tes cepat ini pun disebut lebih murah dari alat tes yang saat ini digunakan.
"Harganya lebih murah. Kalau RDT yang selama ini beredar kan sampai Rp300 ribu, kalau ini maksimal hanya Rp120 ribu," katanya.
Mantan wali kota Bandung ini mengatakan, rapid test yang selama ini digunakan hanya mendeteksi keberadaan benda asing di dalam tubuh melalui antibodi, namun tidak spesifik ke virus corona.
"Kalau yang Rapid Test 2.0 ini menggunakan antigen, jadi virusnya ketemu," ucapnya.
Emil memastikan untuk tahap awal, Rapid Test 2.0 akan diproduksi sebanyak 5.000 pada Juni 2020 oleh industri biotek di Jabar. Tahap selanjutnya, rapid test ini akan diproduksi sebanyak 50.000.
Selain Rapid Test 2.0, alat tes Covid-19 yang kedua yaitu tes diagnostik cepat berbasis teknik resonansi plasmon atau Surface Plasmon Resonance (SPR) yang fokus mendeteksi antigen, yaitu SARS-Cov-2, virus penyebab Covid-19.
Emil menyatakan, SPR berbeda dengan tes swab dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). SPR, kata dia, tidak memerlukan laboratorium saat menguji spesimen. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk tes dengan SPR lebih cepat daripada metode PCR.
"Tapi, cukup laptop dan benda sebesar aki motor yang mampu menampung 8 sampel, jadi bisa dibawa kemana-mana," katanya.
Kelebihan dari tes SPR ini yaitu bisa mengetes langsung di pasar atau tempat lainnya dengan akurasi sama seperti PCR. "Harga alatnya sekitar Rp200 juta dan alatnya bisa mobile," ujarnya.
Menurutnya, dengan hadirnya Rapid Tes 2.0, SPR, reagen PCR dari Biofarma, dan ventilator buatan PT DI dan Pindad, target tes masif kepada 300.000 ribu warga Jabar dapat tercapai.
"Hadirnya berbagai alat tes medis buatan lokal ini menunjukkan bangsa kita bisa memproduksi alat bioteknologi sendiri. Inilah sumbangsih dari para ilmuwan yang bela negara melalui ilmunya, karena dalam perang melawan Covid-19 ini, ada yang bela negara dengan garis depan yaitu tenaga medis, harta, tenaga dan lainnya," ujarnya.
Ketua Tim Riset Diagnostik Covid-19 Unpad, Muhammad Yusuf, menuturkan, Rapid Test 2.0 merupakan alat rapid test yang dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan virus (antigen) dalam tubuh. Keunggulan produk ini lebih murah, akurat, mudah digunakan, cepat, dan bisa didistribusikan ke pelosok daerah.
Sebagian besar komponen produk ini dikembangkan di dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan impor dan ketersediaan bahan baku.
"Unpad bermitra dengan PT Tekad Mandiri Citra yang berkomitmen memproduksi antibodi sebagai salah satu komponen utamanya. Juga PT Pakar Biomedika Indonesia yang telah memiliki kapasitas, pengalaman dan izin produksi rapid tes di dalam negeri," kata Yusuf.
"Kalau PCR yang dicari adalah kode genetik yang spesifik kemudian gen spesifik itu diperbanyak dan akan ketahuan ada tidaknya virus disitu, jadi yang dideteksi itu adalah gen-nya yang merepresentasikan adanya virus. Tetapi kalau SPR yang dideteksi adalah partikel virusnya," katanya.
(hyg/eks)
[Gambas:Video CNN]