Jakarta, CNN Indonesia --
Cahaya biru dikabarkan dapat mempengaruhi pola tidur dan menyebabkan penyakit meski ramah lingkungan. Cahaya biru disebut memiliki efek yang berbeda dengan cahaya lain.
Cahaya biru atau blue light biasanya berbagai layar digital, seperti layar komputer atau laptop, televisi, maupun ponsel dan peralatan elektronik lainnya untuk meningkatkan keterangan dan kejelasan layar.
Beberapa jenis pencahayaan modern, seperti lampu LED (
light-emitting diode) dan CFL (
compact fluorescent lamps), juga menggunakan sinar biru dalam level yang tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum munculnya pencahayaan buatan,
matahari adalah sumber utama pencahayaan dan orang menghabiskan malam dalam kegelapan. Kini, malam hari di sebagian besar dunia diterangi dengan cahaya, termasuk biru.
Melansir
Blue Light Exposed, sahaya terdiri dari partikel elektromagnetik yang bergerak dalam gelombang. Gelombang-gelombang itu kemudian memancarkan energi, jangkauan panjang, dan kekuatan. Semakin pendek panjang gelombang maka semakin tinggi energinya.
Panjang gelombang diukur dalam nanometer (nm), dengan 1 nanometer sama dengan 1 miliar meter. Panjang gelombang itu kemudian membentuk spektrum elektromagnetik.
Setiap panjang gelombang diwakili oleh warna yang berbeda dan dikelompokkan ke dalam kategori, yakni sinar gamma, sinar-x, sinar ultraviolet (UV), cahaya tampak, cahaya inframerah, dan gelombang radio.
Namun, mata manusia diketahui hanya sensitif pada satu bagian dari spektrum, yakni cahaya tampak. Cahaya tampak adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang dilihat sebagai warna: violet, nila, biru, hijau, kuning, oranye dan merah.
Khusus cahaya biru memiliki panjang gelombang yang sangat pendek, sehingga menghasilkan jumlah energi yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, cahaya biru memiliki panjang gelombang antara sekitar 380 nm dan 500 nm, menjadikannya salah satu dari gelombang terpendek dengan energi tinggi.
Melansir laman resmi
Harvard, hasil penelitian menunjukkan bahwa cahaya mempengaruhi jam biologis tubuh yang disebut ritme sirkadian. Semakin banyak terpapar cahaya maka akan membuat tidur terganggu serta berkontribusi pada penyebab kanker, diabetes, penyakit jantung, dan obesitas.
Penelitian menyebut tidak semua warna cahaya memiliki efek yang sama. Khusus cahaya biru, peneliti mengatakan panjang gelombangnya yang sebenarnya bermanfaat pada siang hari karena meningkatkan perhatian, waktu reaksi, dan suasana hati tampaknya paling mengganggu di malam hari.
Lebih lanjut, setiap orang memiliki ritme sirkadian yang sedikit berbeda, tetapi panjang rata-rata adalah 24 dan seperempat jam. Ritme sirkadian orang-orang yang begadang sedikit lebih lama.
Charles Czeisler dari Harvard Medical School menyebut bahwa siang hari membuat jam internal seseorang selaras dengan lingkungan.
Terkait dengan bahaya paparan cahaya malam hari, penelitian mengatakan paparan cahaya menekan sekresi melatonin, hormon yang mempengaruhi ritme sirkadian, dan ada beberapa bukti eksperimental (sangat awal) bahwa kadar melatonin yang lebih rendah mungkin menjelaskan hubungan dengan kanker.
Dalam sebuah studi di Harvard, 10 orang yang tergeser waktu ritme sirkadiannya mengalami peningkatan kadar gula darah, pradiabetes, dan kadar leptin, hormon yang membuat orang merasa kenyang setelah makan mengalami penurunan.
Bahkan cahaya redup dapat mengganggu ritme sirkadian dan sekresi melatonin seseorang. Selain itu, cahaya biru menekan melatonin sekitar dua kali lebih lama dari lampu hijau dan menggeser ritme sirkadian sebanyak dua kali lipat.
(jps/dal)
[Gambas:Video CNN]