Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia ditetapkan menjadi tuan rumah dalam kegiatan Forum Global Public Health (FGPH) 2020 yang diselenggarakan secara virtual pada 2 Juni 2020 mendatang. Ditargetkan 200 delegasi berpartisipasi dalam acara itu, termasuk sejumlah pemimpin organisasi internasional, think-tank, dan lembaga swadaya global.
Tahun ini, FGPH mengusung tema Affordable Health Care for All, dengan agenda untuk memastikan keberadaan sebuah sistem kesehatan yang tangguh, meliputi pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Salah satu hal terpenting, pemerataan pelayanan kesehatan itu sendiri untuk semua lapisan masyarakat, khususnya obat-obatan.
Direktur Sosial & Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemenlu RI, Kamapradipta Isnomo mengatakan pandemi Covid-19 menjadi bukti nyata pentingnya isu kesehatan global yang merupakan isu bersama dan bersifat lintas sektoral, juga batas negara.
Atas dasar tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bersama enam Menteri Luar Negeri dari Brazil, Afrika Selatan, Norwegia, Perancis, Senegal, dan Thailand berinisiatif mendorong pembahasan isu kesehatan global sebagai kerangka kebijakan luar negeri dalam FGPH.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inti dari pertemuan FGPH tahun 2020 ini akan membahas tantangan yang muncul dari adanya pandemi Covid-19. Untuk mengatasinya, diperlukan kolaborasi antara negara dan antar pihak pada tata kelola kesehatan global yang harus dilakukan secara bersama dan kolaboratif baik dari sisi pemerintah, organisasi maupun industri," ujar Kamapradipta.
Kamapradipta mengungkap harap, agar di akhir pertemuan ada kerja sama nyata untuk pembuatan vaksin dan obat-obatan dengan harga terjangkau, juga pemerataan distribusi ke semua lapisan masyarakat. Sementara, Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kemenkes RI Acep Somantri menekankan pentingnya sinergi antara politik luar negeri dan kebijakan kesehatan global untuk mendukung solidaritas dan kolaborasi dalam penanganan Covid-19.
Menurut Acep, kinerja Diplomasi Kesehatan Indonesia akan dioptimalkan melalui tatanan tersebut. Ada empat fokus diplomasi kesehatan, pertama adalah peningkatan kapasitas Indonesia dalam pencegahan, deteksi dan respon. Dua, menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 melalui
join-production. Tiga, mengupayakan peluang kerja sama riset obat dan vaksin Covid-19, termasuk kerja sama
clinical trial, dan empat, peluang partisipasi Indonesia pada
scalling-up produksi obat dan vaksin baru Covid-19 saat sudah ditemukan.
"Kita memiliki kemampuan untuk mendukung
scalling-up produksi vaksin untuk kebutuhan global karena Indonesia memiliki Bio Farma yang produk vaksinnya sudah diakui WHO dan digunakan di lebih dari 140 negara," ujar Acep.
Sebelumnya, Indonesia juga berpartisipasi dalam WHO Solidarity Trial, yang bertujuan mempercepat penemuan obat dan vaksin yang berkualitas, manjur, dan aman. Solidaritas Trial itu menunjukkan bahwa saat ini, dunia menggalang kerja sama riset untuk mengatasi Covid-19.
 Forum Global Public Health 2020 diselenggarakan secara virtual pada 2 Juni 2020. (Foto: Bio Farma) |
Direktur Operasi Bio Farma M. Rahman Roestan menyebut dari sisi industri, Indonesia memerlukan kolaborasi industri, regulasi, dan diplomasi untuk mengatasi Covid-19, terlebih saat ini seluruh negara bergerak mencari partner.
"Diplomasi kesehatan global menyatukan disiplin kesehatan masyarakat, urusan internasional, manajemen, hukum dan ekonomi dan berfokus pada negosiasi yang membentuk dan mengelola lingkungan kebijakan global untuk kesehatan. Hubungan antara kesehatan, kebijakan luar negeri dan perdagangan menjadi hal yang baru dalam diplomasi kesehatan global," katanya.
Terkait pembuatan vaksin, dalam jangka panjang Bio Farma tergabung dalam konsorsium nasional pengembangan vaksin bersama Eijkman dan Litbangkes. Sementara untuk jangka pendek, Bio Farma akan berkolaborasi dengan lembaga riset luar negeri seperti
Coalition for Epidemic Preparedness Inovation (CEPI) dari Norwegia, serta
manufacturer dari China yang telah diakui WHO dan bersedia memberi transfer teknologi.
Rahman menjelaskan, sebagai induk Holding Farmasi, Bio Farma memiliki kompetensi dalam bidang bioteknologi yang berkembang ke arah
lifescience. Selaku anggota, Indofarma akan fokus ke herbal
medicine dan berkembang ke alat kesehatan, dan Kimia Farma fokus ke
chemical medicine, baik untuk obat maupun bahan baku obat.
(rea)