Uji coba tiga vaksin Covid-19 menunjukkan bisa memberikan respon pembentukan imun tubuh terhadap virus corona SARS-CoV-2.
Ketiga vaksin itu tengah dalam pengujian klinis 1/2 dan dipublikasikan di The Lancet. Rilis ketiga vaksin ini masih dalam bentuk pracetak dan belum di ulas rekan sejawat (peer reviewed).
Tiga vaksin yang dimaksud adalah:
1. Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford dan AstraZeneca.
2. Vaksin yang dikembangkan perusahaan China CanSino Biologics; dan
3. Vaksin yang dikembangkan Pfizer and BioNTech.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain vaksin yang lulus uji klinis tahap dua, saat ini juga sudah ada vaksin yang tengah melakukan pengujian tahap 3, yaitu:
1. Vaksin hasil penelitian di Inggris dari Universitas Oxford/AstraZeneca
2. Vaksin hasil penelitian di China dari Wuhan Institute of Biological Products/Sinopharm
3. Vaksin hasil penelitian di Amerika Serikat dari Moderna
4. Vaksin hasil penelitian di China dari Sinovac Biotech, yang juga diuji di Indonesia.
Meski hasil uji coba fase 1/2 menjanjikan, namun masih diperlukan pengujian fase 3. Uji fase 3 dilakukan pada komunitas yang lebih besar untuk menguji kecocokan vaksin pada berbagai ras hingga usia manusia.
Vaksin buatan Universitas Oxford dan AstraZeneca dikabarkan menunjukkan hasil positif. Vaksin disebut mampu memicu respon sel-T dalam 14 hari dan antibodi dalam 28 hari setelah penyuntikan.
Antibodi ini setidaknya mampu bertahan selama 56 hari. Namun, masih belum jelas sampai kapan imunitas ini akan bertahan.
"Sistem kekebalan tubuh memiliki dua cara untuk menemukan dan menyerang patogen - respon antibodi dan sel T. Vaksin ini dimaksudkan untuk menginduksi keduanya, sehingga dapat menyerang virus ketika beredar di dalam tubuh, serta menyerang sel yang terinfeksi," ujar peneliti Universitas Oxford, Andrew Pollard, seperti dikutip CNN.
Namun, para peneliti menekankan diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui apakah vaksin dapat melindungi orang dari virus.
"Kami berharap ini berarti sistem kekebalan akan mengingat virus, sehingga vaksin kami akan melindungi orang untuk jangka waktu yang lama," ujarnya.
Uji coba vaksin mencakup 1.077 orang berusia 18 hingga 55 tanpa riwayat infeksi virus SARS-CoV-2. Uji coba berlangsung di lima rumah sakit Inggris sejak akhir April hingga akhir Mei 2020.
Dalam pengujian, ilmuwan memberi peserta vaksin Covid-19 atau vaksin meningitis secara acak. Tidak ada efek samping serius yang terkait dengan vaksin. Sejumlah peserta mengalami kelelahan dan sakit kepala.
Efek samping umum lainnya adalah rasa sakit di tempat suntikan, sakit otot, malaise, kedinginan, rasa panas, dan demam.
Melansir NBC, uji klinis tidak menyatakan apakah vaksin itu melindungi dari infeksi virus corona.
Hal itu akan ditentukan dalam uji coba fase 3, yang sedang berlangsung di Brasil, Afrika Selatan, dan Inggris. Uji coba juga akan dimulai di bagian lain dunia, termasuk Amerika Serikat.
Vaksin CanSino dari China juga menunjukkan vaksin aman dan bisa menimbulkan respon imun pada uji fase dua.
Pengujian dilakukan di Wuhan, China, kepada lebih dari 500 orang. Mereka diberi vaksin dalam dosis rendah dan tinggi, atau vaksin plasebo.
Penelitian menunjukkan 95 persen peserta uji dengan dosis tinggi menunjukkan pembentukan T-cell atau respon antibodi. Hal serupa terjadi pada 91 persen peserta uji dengan dosis rendah. T-cell terbentuk setelah hari ke-28 vaksinasi.
Vaksin ini menggunakan virus flu manusia yang disebut adenovirus untuk mengirimkan materi genetik yang meniru virus corona.
Jadi ada kemungkinan orang-orang yang telah terinfeksi adenovirus di masa lalu dapat memiliki kekebalan yang mungkin "sebagian menghambat respon imun spesifik terhadap vaksinasi."
Dalam penelitian ini, peserta yang lebih tua memiliki respon imun yang jauh lebih rendah dan menoleransi vaksin dengan lebih baik dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
Dua perusahaan asal Jerman ini juga mempublikasikan hasil pengujian kandidat vaksin Covid-19. Vaksin ini disebut berhasil menimbulkan antibodi "kuat" dan respons imun T-cell dalam penelitian fase 1/2.
"Data awal menunjukkan bahwa vaksin berbasis mRNA kami mampu merangsang respon antibodi serta T-cell pada tingkat dosis yang sangat rendah," kata Dr. Özlem Türeci, Kepala Medis dan co-founder BioNTech.
Uji coba perusahaan Jerman ini dilakukan pada 60 orang dewasa sehat berusia 18 hingga 55 tahun yang secara acak ditugaskan untuk menerima berbagai dosis vaksin. Berdasarkan laporan tidak ada efek samping serius yang terjadi.
(jps/eks)