Peneliti pada pertengahan Juni lalu telah menemukan varian mutasi virus corona SARS-CoV-2 yang membuat Covid-19 lebih mudah menular dari varian sebelumnya. Varian mutasi ini bernama D614G.
Berdasarkan penelitian dari Scripps Research Institute, Florida, Amerika Serikat (AS) mutasi ini 10 kali menular dibandingkan leluhurnya. Pada 16 Agustus, pemerintah Malaysia mengatakan telah menemukan mutasi D614G di negerinya.
SARS-CoV-2 memang telah mengalami beberapa mutasi sejak pandemi muncul pada Desember 2019. Namun, sejauh ini hanya mutasi D614G yang berhasil diidentifikasi sebagai kemungkinan mengubah perilaku virus SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
D614G terletak di dalam protein yang menyusun spike virus yang digunakannya untuk masuk ke dalam sel manusia. Mutasi ini mengubah asam amino pada posisi 614, dari D (asam aspartat) menjadi G (glisin), sehingga dinamakan D-614-G.
Mutasi ini diduga muncul beberapa saat setelah wabah awal Wuhan. Sesuai laporan BCC pada bulan Juli, strain ini terlihat pada sebanyak 97 persen sampel di seluruh dunia.
Varian dominan di dunia
Mutasi D614G pertama kali dideteksi di Eropa pada Februari lalu. Sejak saat itu, varian ini menyebar paling banyak pada kasus infeksi virus corona SARS-CoV-2 di dunia, seperti dilaporkan Times of India.
Ahli biologi komputasi & ahli genetik, Bette Korber menjelaskan mengapa D614G bisa menjadi mutasi yang dominan di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa mutasi D614G memiliki penyebaran yang lebih tinggi dibandingkan virus aslinya.
Korber menjelaskan varian D614G begitu dominan, hingga kini menjadi pandemi. Varian ini sudah berlangsung selama beberapa waktu, bahkan mungkin sejak awal epidemi di tempat-tempat seperti Inggris Raya dan pantai timur AS.
Dua studi yang diterbitkan di Cell, oleh Korber dan studi kedua oleh WHO Collaborating Center di China juga memberikan hasil yang serupa bahwa D164G 10 kali lipat lebih menular daripada strain Wuhan-1 yang asli.
Akan tetapi, ulasan dari Nathan Grubaugh, asisten profesor epidemiologi penyakit mikroba di Yale School of Public Health mengatakan bahwa penelitian mengungkap D614G menular 10 kali lebih cepat, tetapi tidak membuktikan peningkatan penularan virus.
Dilema vaksin
Spekulasi kemudian muncul bahwa ahli perlu mengembangkan vaksin terpisah untuk varian yang berbeda. Akan tetapi, sebagian besar vaksin yang dikembangkan didasarkan pada wilayah spike yang berbeda, sehingga hal ini tidak berdampak pada perkembangannya.
Meskipun mutasi D614G terjadi pada protein spike virus, mutasi ini tidak mengubah domain pengikat reseptor (RBD) di ujung protein spike. RBD mengikat reseptor ACE2 pada sel manusia. Intinya, mutasi D614G mengubah protein lonjakan, tetapi tak mengubah bagian RBD yang kritis untuk pengembangan vaksin.
Melansir BGR, vaksin dan beberapa obat antivirus yang sedang dikembangkan saat ini akan menargetkan protein spike D614G untuk mencegah virus berkaitan dengan reseptor. Sehingga, mutasi besar pada protein spike dapat mencegah kedua pengobatan itu bekerja.
Pada Minggu 16 Agustus, Malaysia mengumumkan telah menemukan mutasi D614G di negeri Jiran. Virus yang lebih mudah menular ini kemungkinan menyebabkan vaksin yang tengah diuji saat ini tidak efektif menangkal virus varian ini.
Padahal sebelumnya, penelitian Los Alamos National Laboratory di AS menyebut D614G ini paling banyak menyebar di AS dan Eropa. Penemuan varian virus di Malaysia membuktikan virus ini telah menyebar juga di Asia Tenggara.
Virus di Malaysia ini dibawa oleh seorang pria yang baru dari India. Ia melanggar ketentuan karantina dan menginfeksi lebih dari 45 orang. Ketika 45 kasus positif corona itu dirawat, ternyata dari uji sampel, 3 orang memiliki virus corona yang sudah bermutasi jadi lebih menular dengan varian D614G.
Virolog sekaligus Ketua Access Health International, William Haselitne mengatakan bahwa virus ini 10 kali lebih menular. Meski lebih menular, belum tentu membuat virus corona ini jadi lebih mematikan.
(jnp/eks)