Ribuan Orang Teken Petisi Gagalkan Gugatan Live Medsos RCTI

CNN Indonesia
Senin, 31 Agu 2020 16:22 WIB
Sebanyak dua ribuan orang lebih meneken petisi untuk menolak gugatan RCTI yang akan melarang live di medsos Yotube hingga Instagram.
Ilustrasi petisi menolak RCTI gugat live media sosial. (CNN Indonesia/Abraham Utama)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebanyak 2.659 orang sudah meneken petisi menolak gugatan RCTI dan INews terkait larangan untuk live di media sosial (medsos) seperti Youtube, Facebook, hingga Instagram jika tidak mengantongi izin siar.

Petisi yang sudah dibuat empat hari lalu oleh Dara Nasution itu menegaskan RCTI dan INews menggugat dan ajukan uji materi UU penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar yang bisa siaran live di medsos hanya lembaga atau perorangan yang punya badan usaha dan badan hukum.

Dara sendiri tercatat sebagai Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Teman-teman, kita terancam enggak bisa lagi pakai fitur Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live dan konten. Artinya orang-orang biasa kayak kita nih nggak bisa live lagi di medsos!," tulis petisi yang sudah diteken lebih dari 2600 orang per pukul 16.00 WIB itu.

Menurut RCTI dan iNews, definisi penyiaran itu juga termasuk fitur media sosial seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live. Menurut petisi tersebut, RCTI sudah sesat pikir karena media penyiaran yang pakai frekuensi publik sama media sosial merupakan dua hal yang berbeda. 

Petisi tersebut menjelaskan bahwa media yang memakai frekuensi publik itu jumlahnya memang terbatas, sehingga harus digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan publik. Sementara medsos tidak pakai frekuensi publik yang terbatas itu.

"Kalau banyak orang beralih ke medsos dan nggak lagi nonton TV, jangan salahin medsosnya dong. Harusnya mereka lebih introspeksi diri, apakah selama ini tayangan mereka udah bagus dan mendidik publik?," kritik petisi itu.

Petisi tersebut beranggapan bahwa publik beralih ke medsos karena bosan siaran TV yang tidak ada peningkatan kualitas selama bertahun-tahun.

"Kalau gugatan RCTI dan Inews itu dikabulkan MK, kita bisa dipenjara kalau upload Instagram Live! Serem nggak siaran aja disamain sama kriminal?," tambah petisi itu.

Petisi ini berharap agar Mahkamah Konstitusi menolak gugatan RCTI dan INews untuk membatasi publik menggunakan fitur live di media sosial.

"Kalau yang bisa siaran dibatasi hanya yang punya izin penyiaran, akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi kreatif dan digital kita. Juga menghambat kebebasan berekspresi masyarakat. Belum lagi kita nanti dikatain cupu sama negara-negara lainnya kan," demikian bunyi petisi.

Awal Gugatan RCTI dan iNews soal UU Penyiaran

Pada awalnya, RCTI dan iNews menggugat UU Penyiaran untuk mengatur layanan streaming video seperti Netflix dan YouTube. Gugatan ini didaftarkan pada 27 Mei 2020 dengan nomor 39/PUU-XVIII/2020.

Mengutip situs MK, gugatan dari iNews diwakili David Fernando Audy selaku Direktur Utama dan Rafael Utomo selaku Direktur, sedangkan dari pihak RCTI diwakili oleh Jarod Suwahjo dan Dini Aryanti Putri selaku Direktur.

Adapun yang digugat adalah Pasal 1 angka 2 di dalam UU Penyiaran, yang berbunyi:

"Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."

RCTI dan INews menegaskan pasal tersebut akan membuat perlakuan yang berbeda antara penyiaran konvensional dan layanan streaming over the top (OTT) karena belum mengatur penyiaran yang menggunakan internet.

Padahal, menurut kedua media yang dimiliki Partai Perindo Hary Tanoe itu, UU Penyiaran adalah rule of the game bagi penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.

Menurut iNews dan RCTI, Pasal 1 angka 2 dalam UU Penyiaran itu melanggar hak konstitusional mereka untuk diberikan kedudukan yang sama di dalam hukum, mendapatkan kepastian hukum yang adil dan perlakukan yang sama di hadapan hukum, serta bebas dari perlakukan yang bersifat diskriminatif, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.

Keduanya menilai kerugian yang mereka alami saat ini tak akan muncul bila kemudian UU Penyiaran mengatur juga penyiaran berbasis internet.

RCTI dan iNews mencontohkan sebelum melakukan aktivitas penyiaran, sejumlah syarat harus dipenuhi antara lain: (i) asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia; (ii) persyaratan penyelenggaraan penyiaran; (iii) perizinan penyelenggaraan penyiaran; (iv) pedoman mengenai isi dan bahasa siaran; (v) pedoman perilaku siaran; dan (vi) pengawasan terhadap penyelenggaraan penyiaran.

Menurut RCTI dan iNews, syarat semacam itu belum berlaku untuk layanan penyiaran yang menggunakan internet.

Contoh lainnya yang dicantumkan oleh mereka adalah mengenai kepatuhan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS) dalam membuat siaran.

RCTI dan iNews mengklaim mereka sudah tunduk pada aturan itu. Jika mereka melanggar P3SPS, maka mereka akan disanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Oleh karena itu, menurut RCTI dan iNews, berbagai macam layanan streaming OTT seperti Netflix dan YouTube pada dasarnya juga melakukan aktivitas penyiaran, sehingga seharusnya masuk dalam aturan penyiaran.

Untuk itu, RCTI dan iNews meminta agar MK menyatakan bahwa Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran bertentangan dengan UUD 1945 dan direvisi menjadi:

"Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum 12 frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran."

Berdampak ke Live Streaming di Media Sosial

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran langsung dalam platform media sosial apabila permohonan pengujian UU Penyiaran oleh RCTI dikabulkan.

Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli mengatakan perluasan definisi penyiaran yang diajukan akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan konten audio visual lainnya dalam platform medsos diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin.

Sebelumnya, Corporate Legal Director MNC Group, Christophorus Taufik membantah pihaknya ingin mengebiri kreativitas masyarakat agar tak bisa lagi membuat maupun menyaksikan siaran langsung di media sosial seperti YouTube maupun Instagram, lewat gugatan itu.

Menurut dia, dengan gugatan itu pihaknya meminta agar ada kesetaraan perlakuan antara televisi konvensial dan media sosial oleh pemerintah.

"Itu tidak benar. Permohonan uji materi RCTI dan iNews tersebut justru dilatarbelakangi keinginan untuk melahirkan perlakuan dan perlindungan yang setara antara anak-anak bangsa dengan sahabat-sahabat YouTuber dan Selebgram," ujar Taufik dalam keterangannya, Jumat (28/8).

(dal/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER