Pemakaian bioplastik atau plastik dari bahan dasar tumbuhan menggantikan kantong plastik sekali pakai disebut tidak akan menghilangkan permasalahan sampah plastik yang berdampak kepada lingkungan.
Aktivis dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) dan Greenpeace Indonesia Fajri Fadhillah menegaskan pihak yang mempromosikan penggunaan bioplastik sendiri masih mempertahankan budaya sekali pakai.
"Penggunaan bioplastik memakai produknya hanya dalam waktu singkat dan kemudian dibuang. Bioplastik tidak bisa dibilang didesain untuk digunakan berulang kali, bisa dilihat dari pasar pemasarannya membawa citra dapat dengan mudah terurai di alam atau dikompos," kata Fajri mengutip Antara, Senin (31/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait klaim dapat terurai dengan cepat di alam dan mudah dikompos, laporan dari Program Lingkungan PBB (United Nations Environment Programme/UNEP) pada 2015 menemukan bahwa adopsi secara luas bahan itu tidak akan mengurangi secara signifikan volume sampah plastik di laut atau risikonya terhadap untuk lingkungan laut.
Bioplastik yang dibuat dari bahan seperti jagung, singkong dan tebu biasanya digunakan sebagai pembungkus makanan dan botol plastik, serta merupakan sumber bioplastik termurah sehingga sering ditemukan di pasaran.
Namun, proses penguraian bioplastik dalam waktu yang cepat membutuhkan tingkat kelembapan dan panas tertentu. Temperatur tinggi yang dilakukan dalam industri kompos sendiri juga dibutuhkan untuk mengurainya dalam rentang waktu singkat, sehingga sulit dilakukan dalam skala rumah tangga.
Tidak hanya itu, Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia M. Atha Rasyadi menegaskan secara tidak langsung penggunaan bioplastik secara masif akan menimbulkan ancaman risiko terhadap berkurangnya lahan.
"Secara jangka panjang untuk memproduksi bio-based ini memang komoditas pangan dan kita tahu memang ketika diplot sebagai subtitusi yang diproduksi secara massal pengganti kantong plastik akan menjadikan masalah baru bagi ketersediaan lahan," kata Atha.
Atha menekankan jika bioplastik dilihat sebagai solusi utama menggantikan plastik yang dibuat dari minyak bumi, bisa jadi ke depannya muncul masalah kebakaran hutan dan permasalahan lahan lainnya untuk menghasilkan tanaman bahan dasarnya.