Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset Nasional (Kemenristek/ BRIN) merespons soal pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang tidak berharap soal vaksinasi dalam skala luas hingga pertengahan 2021.
Menristek/ Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menjelaskan pernyataan WHO itu muncul karena vaksin-vaksin yang sudah dianalisis WHO belum mencapai ke tahap kemanjuran atau efektivitas sesuai dengan standar WHO.
Akan tetapi, Bambang mengatakan masih banyak peluang kandidat vaksin itu bisa manjur dan efektif sesuai dengan standar WHO. Khususnya Indonesia yang saat ini mengembangkan ada tujuh platform pengembangan vaksin Merah Putih yang dikembangkan lima institut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"WHO intinya menganalisa vaksin-vaksin yang sudah masuk uji klinis, masih banyak yang belum sampai kesana. Masih ada peluang," kata Bambang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (9/7).
Tak hanya itu, Indonesia juga sedang bekerja sama dengan tiga perusahaan asal China untuk mendapatkan akses vaksin Covid-19 di Indonesia.
Bambang menjelaskan pada akhirnya 'ada atau tidak' vaksin Covid-19 bergantung pada hasil uji klinis. Hasil uji klinis akan membuktikan apakah kandidat vaksin itu efektif, manjur, dan tidak memberikan efek samping tertentu.
"Karena pengembangan vaksin masih berjalan, masih ada beberapa hal yang belum ada jawaban pastinya. Tapi Indonesia tetap usaha," tutur Bambang.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan wajar apabila WHO tidak berharap akan ada vaksin hingga pertengahan 2021 bila mengacu pada standar proses dan prosedur panjang hingga dinyatakan aman dan manjur untuk mengobati suatu penyakit.
Di sisi lain, Bambang menjelaskan peningkatan kasus Covid-19 yang eksponensial membuat pengembangan vaksin harus dipercepat untuk memenuhi desakan kehadiran vaksin. Ia mengatakan berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia sedang berusaha mempercepat pengembangan vaksin Covid-19 untuk memulihkan kondisi.
"Upaya pengembangan vaksin Covid-19 memang diluar kebiasaan dimana biasanya dibutuhkan tahunan untuk uji klinis bahkan ada yang sampai saat ini tidak ada vaksin. Tetapi negara-negara tetap akan menekankan kecepatan untuk memperbaiki keadaan," ujar Bambang.
Dihubungi terpisah, Staf Khusus Menristek/ Kepala BRIN, Ekoputro Adiyajanto mengatakan saran dari WHO juga menyasar agar uji pra klinis dan uji klinis dilakukan dengan metodologi yang sesuai dan jangka waktu yang mampu mengukur kemanjuran dan juga penting adalah keamanan serta efek samping.
Termasuk kemanjuran yang disarankan minimal 50 persen. Eko mengatakan hingga saat ini belum ada yang mengetahui kemanjuran vaksin karena uji klinis dan pengembangan vaksin masih berlangsung.
"Vaksin Merah Putih berbagai platform akan melalui proses uji pra klinis pada hewan sampai dengan uji klinis tiga tahap pada manusia. Tentu akan memenuhi kaidah dan metodologi ilmiah yang benar dan juga selalu berkoordinasi dengan BPOM," ujar Eko.
Terkait perhatian WHO terhadap kemanjuran vaksin Covid-19, Eko menjelaskan Indonesia sudah mengantisipasinya dengan mengembangkan vaksin melalui tujuh platform.
Pertama Eijkman yang mengembangkan platform protein rekombinan berbasis sel mamalia dan sel ragi. Kedua adalah adalah Universitas Indonesia yang mengembangkan vaksin DNA, RNA, dan Virus Liked Particle (VLP).
Ketiga adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengembangkan vaksin Adenovirus. Keempat adalah Universitas Airlangga (Unair) yang juga mengembangkan vaksin Adenovirus). Keempat adalah LIPI yang menggunakan platform protein rekombinan.
"Dengan berbagai alternatif platform tersebut maka kemanjuran probabilitasnya dapat lebih baik. Tentu saat ini belum dapat diketahui kemanjurannya," tutur Eko.
(jnp/mik)