Pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi menyarankan agar pemerintah Joko Widodo memikirkan distribusi set top box (STB) bagi warga tak mampu agar penerapan Analog Switch Off (ASO) atau migrasi dari TV analog ke TV digital bisa merata.
STB adalah perangkat wajib yang berfungsi sebagai penerima siaran TV digital yang dapat dikoneksikan ke pesawat televisi. Siaran digital tersebut bisa diakses baik oleh TV analog maupun smart TV.
Dengan catatan TV analog harus dilengkapi dengan alat bantu set top box (STB) yang merupakan alat penerima siaran televisi digital yang dapat dikoneksikan ke pesawat televisi lama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang soal STB perlu jadi perhatian. Bagi yang masih memiliki TV yang belum digital perlu ada subsidi untuk mendapatkan STB," kata Heru saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (2/11).
Untuk mendukung penerapan siaran digital, Kemenkominfo berencana menyediakan 6,7 juta set top box (STB) untuk rumah tangga tidak mampu guna mendukung proyek migrasi televisi analog ke digital.
Oleh karena itu, Pengamat TIK Nonot Harsono meminta agar pemerintah terlebih dahulu mendata atau melakukan survey warga kurang mampu yang membutuhkan STB atau langsung mengganti TV analog.
Dari segi transisi ke TV digital maupun STB, seluruh toko elektronik sudah siap mendukung penerapan TV digital. Jadi tidak perlu khawatir minimnya pasokan TV digital atau STB ketika TV analog dimatikan sepenuhnya.
"Perangkat pemancar Digital sudah lama siap; pesawat TV digital di toko-toko elektronik juga sudah siap," tutur Nonot.
Heru menambahkan sesungguhnya penerapan siaran digital di Indonesia sudah terlambat. Komitmen internasional seharusnya Indonesia sudah migrasi ke televisi digital pada 2018, sedangkan di ASEAN seharusnya siaran sudah digital pada 2020.
Heru yakin Indonesia dapat beralih ke siaran digital secara keseluruhan dalam waktu 2 tahun.
"Artinya sudah sangat terlambat. Sehingga ini waktu dua tahun ini harus dioptimalkan seluruh prosesnya agar tepat waktu. Secara sistem, mayoritas lembaga penyiaran sebenarnya sudah digital, hanya soal transmisinya saja yang analog. Jadi harusnya waktunya lebih dari cukup," kata Heru.
Heru juga mengingatkan pemerintah harus mempersiapkan skema multiplexer (mux) untuk penguasaan frekuensi TV digital, apakah akan digunakan single mux atau multi mux.
"Perlu perhatian juga pada bagaimana konsep penyelenggara mux atau multiplexer. Ini perlu didiskusikan dengan stakeholders penyiaran agar didapat model yang optimal dan didukung semua lembaga penyiaran," kata Heru.
Mux dapat memancarkan enam hingga delapan kanal sekaligus dengan lebar pita yang sama dengan satu kanal TV analog. Hal ini membuat spektrum radio lebih efisien.
Dengan single mux, penyelenggara mux nanti memancarkan sinyal frekuensi TV nya. Sementara lembaga penyiaran tinggal menyambungkan kabel ke penyedia mux untuk dapat menyiarkan programnya.
Tentu si lembaga penyiaran ini akan membayarkan upah penggunaan mux ke penyelenggara mux. Dalam konteks demokrasi, single mux yang membutuhkan operator tunggal milik negara seperti TVRI atau Badan Layanan Umum (BLU) bakal punya wewenang yang luas.
Potensi penyalahgunaan atau intervensi negara ke operator tunggal ini yang jadi ketakutan dari sistem ini. Single mux nantinya akan ada satu regulator untuk semua stasiun tv sehingga unit-unit transmisi milik tv swasta yang ada di berbagai kota akan hilang hingga tutup.
Sementara model multi mux adalah penguasaan frekuensi dipegang oleh banyak pemegang lisensi, meliputi perusahaan-perusahaan penyiaran swasta dan pihak pemerintah.
Penandatangan UU Cipta Kerja Omnibus Law oleh Presiden Joko Widodo menandakan hitung mundur suntik mati televisi analog di Indonesia. TV analog akan bermigrasi ke televisi digital sesuai dengan Omnibus Law.
Sesuai dengan ayat 2 pasal 60A, televisi analog akan dimatikan sepenuhnya dalam dua tahun terhitung dari penandatanganan UU Ciptaker. Artinya siaran televisi di Indonesia akan dilakukan secara terestrial di seluruh Indonesia pada November 2022.