Ahli menyebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kemanjuran vaksin Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech. Vaksin ini diklaim 90 persen efektif untuk menangkal virus corona SARS-CoV-2.
Namun, menurut ahli biologi molekuler, Ahmad Rusdan Utomo, klaim ini masih harus disoroti, sebab hingga saat ini artikel ilmiah tentang hasil uji klinis vaksin tersebut.
"Hingga sekarang belom ada artikel ilmiah baru informasi satu arah dari perusahaan," tuturnya lewat video Youtube, Selasa (10/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad menuturkan data yang digunakan untuk menelurkan klaim 90 persen vaksin corona efektif itu bukan data final. Tapi, klaim itu dibuat berdasarkan hasil analisis interim (interim analysis).
Analisis interim dilakukan ketika pengumpulan data belum selesai dilakukan. Analisis ini perlu dilakukan sebagai pedoman pengambilan keputusan dalam sebuah uji klinis vaksin bagi regulator dan sponsor.
Sebab, dari hasil analisis ini akan diperoleh kesimpulan sementara terkait tingkat kegunaan, biaya, dan sumber daya yang dibutuhkan. Hasil analisis ini pun bisa menjadi patokan untuk menunda, meneruskan, atau memodifikasi pengujian.
Analisis interim juga kerap digunakan untuk deklarasi awal kesuksesan vaksin, seperti dikutip dari Perpustakaan Obat Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NCBI).
Ahmad juga memperingatkan bahwa desain uji klinis tahap III vaksin besutan Pfizer dan BioNTech ini tidak dirancang untuk mencegah penularan.
"Desain Pfizer mereka tidak merancang vaksin untuk mencegah penularan," lanjutnya.
Menurut Ahamd, dalam membuat rancangan pengujian vaksin terdapat dua hal utama yang ingin diketahui. Pertama, apakah bisa mencegah penularan. Kedua, apakah bisa mencegah penyakit, gejala serius, bahkan kematian.
Karena desain uji klinis vaksin tidak dirancang untuk mencegah penularan, maka ada potensi tetap tertular virus corona SARS-CoV-2 sekalipun sudah disuntik.
"(Sehingga) kita tidak boleh lengah, 3M harus tetap dilakukan," tutur Ahmad.
Pelaksanaan 3M yang dimaksud adalah memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Selain itu, pengujian pun tidak dilakukan untuk mengukur apakah vaksin ini bisa mencegah kematian. Sebab, presentase kematian Covid-19 di angka 1-2 persen membuat pengujian mesti merekrut relawan lebih banyak dan menelan biaya yang lebih besar.
"Mereka tidak ukur tingkat kematian, sebab jumlah relawan harus lebih banyak lagi."
Menurut Ahmad, Pfizer sudah melakukan uji klinis tahap III terhadap 43 ribu relawan sejak Juli lalu. Dari pengujian terhadap 43 ribu relawan itu, ditemukan 94 orang tertular virus corona.
Namun, masih belum jelas berapa orang dari total 94 orang yang terinfeksi virus ini berasal dari kelompok yang diberikan suntikan vaksin dan plasebo.
"Dari 94 orang berapa banyak yang dari kelompok vaksin dan plasebo. Idealnya dari 94 yang kena Covid-19, yang dari kelompok vaksin kurang dari 9 (yang tertular), ini baru terbukti efektif."
Rentang umur relawan untuk pengujian vaksin corona Pfizer ditujukan bagi kelompok umur 18-80 tahun. Namun, menurut Ahmad perlu dipertanyakan proteksi 90 persen efektif untuk pada kelompok yang mana? Hal ini menurutnya masih perlu dipertanyakan.
Ahmad juga mengingatkan bahwa kehadiran vaksin Covid-19 ini bukan panasea (obat yang menyelesaikan segalanya).
"Vaksin bukan obat sapu jagat, ini adalah salah satu upaya. kita harus tetap ikuti protokol kesehatan agar kita semua bisa keluar dari pandemi bersama-sama," jelasnya.
Pasalnya, produksi vaksin ini pun terbatas, tidak bisa serentak dibuat untuk semua orang. Menurut Ahmad, kapasitas produksi vaksin Pfizer ini dalam setahun baru bisa memproduksi 50 juta dosis.
"Kalau seorang butuh injeksi 2 kali baru buat 25 juta orang. Sementara di seluruh dunia ada 3-4 miliar manusia. Sehingga vaksin ini, ngga bisa didapat dalam waktu dekat."
Vaksin Pfizer-BioNTech ini dibuat menggunakan teknologi rekayasa genetik dengan mengambil genom dari RNA virus. Lantaran berupa vaksin RNA, maka penyimpanan vaksin ini harus ditempatkan pada suhu -80 derajat Celcius.
"Ini mungkin jadi tantangan berat di Indonesia, karena harus disimpan di suhu -80 derajat akan jadi masalah logistik."
Pasalnya, sulit untuk menemukan penyimpanan yang bisa menjaga suhu hingga -80 derajat. Ahmad memisalkan freezer kulkas saja hanya -4 derajat. Sehingga, jika vaksin ini digunakan di Indonesia, maka pengadaan penyimpanan agar vaksin bisa didistribusikan merata akan jadi hal yang krusial.
(eks)