Pandemi yang disebabkan oleh virus SARS Cov-2 telah menyebabkan banyak negara dunia berjibaku membuat vaksin demi mengatasi wabah. Sebanyak 154 kandidat vaksin sedang dalam tahap uji praklinik dan sebanyak 44 kandidat lainnya telah memasuki tahap uji klinik.
Berdasarkan data terakhir Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) per 19 Oktober 2020, di antara kandidat vaksin Covid-19 yang telah memasuki tahap uji klinik fase ketiga antara lain yang dikembangkan oleh Sinopharm dan Sinovac Biotech yang berbasis di Tiongkok, AstraZeneca dan Universitas Oxford yang berbasis di Inggris, BioNTech asal Jerman serta Gamaleya Research Institute dari Rusia.
Kemudian di Amerika Serikat, ada Novavax, Moderna dan Pfizer yang telah mengembangkan kandidat vaksin Covid-19 dan kini telah memasuki tahap uji klinik fase ketiga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Togi J Hutadjulu, Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Zat Adiktif Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan bahwa uji klinik adalah pengujian khasiat obat baru pada manusia, yang sebelumnya sudah diawali dengan uji praklinik atau pengujian pada binatang.
"Uji klinik ini dilakukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat," ujarnya dalam keterangan pers sebagaimana dikutip pada Minggu (8/11).
Adapun, Badan POM bersama-sama dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional atau #SatgasCovid19 menjadi bagian dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Togi menjelaskan bahwa kini di Indonesia sedang dilakukan uji klinik vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac. Menurut dia, hasil sementara atau interim untuk jangka tiga bulan akan selesai pada akhir tahun dan laporannya akan diberikan kepada Badan POM pada awal Januari 2021. Uji klinik ini juga sudah lebih dulu dilakukan di Brasil.
Berbeda dengan sebagian negara di dunia, Indonesia relatif lebih lambat terkena pandemi. Pandemi Covid-19 mulai terdeteksi masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020. Sementara itu kemunculannya pertama kali di Wuhan, Tiongkok, pada akhir 2019 dan mulai menyebar ke berbagai negara di dunia pada medio Januari dan Februari 2020.
Kini, Indonesia telah memiliki beberapa kandidat vaksin yang akan digunakan untuk memadamkan penyebaran wabah. Sedikit lagi, vaksin yang ditunggu-tunggu itu akan siap diedarkan kepada masyarakat.
Untuk sampai ke tahap ini, kandidat vaksin tersebut telah melalui tahapan penelitian yang panjang dan evaluasi yang terus menerus. Badan POM sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap keamanan obat-obatan yang beredar terus mengawal penyediaan vaksin Covid-19 sejak tahap pertama, hingga nanti setelah vaksin beredar di kalangan masyarakat.
Badan POM memiliki standar dalam pemberian izin penggunaan vaksin. Kandidat vaksin harus melalui proses uji klinik atau uji kepada manusia untuk pembuktian khasiat dan keamanannya. Persyaratan mutu dan pemastian pembuatan vaksin juga terus dievaluasi seuai dengan CPOB atau cara pembuatan obat yang baik, demi menjamin mutu produk.
Pemerintah pun turut memastikan pemberian izin edar vaksin melalui serangkaian riset dan uji yang komprehensif. Dengan demikian, vaksin benar-benar diupayakan agar memberikan khasiat sebesar-besarnya untuk masyarakat luas.
Setelah proses evaluasi selesai dan vaksin dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat dan mutu, baru kemudian Badan POM dapat memberikan perizinan penggunaan. Bentuknya dapat berupa izin edar yang disebut Emergency Use Authorization (EUA).
Adapun, EUA merupakan suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat, dengan mengacu pada pedoman yang sudah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pandemi Covid-19 seperti saat ini dapat digolongkan ke dalam kondisi darurat sehingga memungkinkan dikeluarkannya EUA.
Mengacu pada ketentuan tersebut, industri farmasi yang memperoleh mandat EUA bertanggung jawab terhadap keseluruhan mutu vaksin. Hal ini mencakup mulai dari bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin, hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.
Untuk EUA, Togi mengakui bahwa ada fleksibilitas tertentu yang diterapkan dalam proses pemberian izin edar.
"Jadi, misalnya untuk keamanan, kami bisa menerima hasil uji klinik fase satu dan dua. Sedangkan untuk khasiatnya, selain mendapatkan data kekebalan tubuh yang diproduksi setelah penyuntikan vaksin, kami bisa menerima data dari hasil laporan interim selama tiga bulan," jelasnya.
Ketua Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Pemerintah untuk Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa proses uji klinis dan evaluasi vaksin terus dilakukan demi menjamin keamanan vaksin yang nanti akan diedarkan kepada masyarakat.
Sampai saat ini, kata Wiku, WHO optimistis bahwa para peneliti akan mampu mengembangkan vaksin Covid-19 yang aman dan efektif.
"Ada beragam jenis vaksin potensial yang sedang dikembangkan di berbagai belahan dunia dan telah masuk uji klinis fase 3. Dan banyak masyarakat menaruh harapan terhadap ketersediaan vaksin," katanya.
Lebih lanjut, dia berharap agar dalam proses menunggu vaksin tersebut, masyarakat dapat tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan virus.
Satgas tidak henti-hentinya mengingatkan masyarakat untuk #ingatpesanibu terus memakai masker dengan benar, menjaga jarak aman dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan pakai sabun di bawah air mengalir.
"Kami berharap [masyarakat] tidak semata-mata menunggu vaksin dan mengabaikan protokol kesehatan. Untuk saat ini, taat protokol kesehatan adalah satu-satunya jalan terhindar dari Covid-19," pesan Wiku.
(rea)