Sebuah batu meteor dilaporkan jatuh di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, pada awal Agustus 2020. Meteor itu jatuh menimpa sebuah rumah milik Josua Hutagalung.
Batu meteor yang membuat atap rumah Josua rusak itu diketahui telah dijual kepada orang asing senilai Rp200 juta. Belakangan, meteor itu dijual lebih dari Rp20 miliar di internet karena diklasifikasikan sebagai meteorit kondrit CM 1-2.
Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN), Rhorom Priyatikanto menjelaskan meteor adalah batu dari ruang angkasa yang sedang terbakar di atmosfer. Sementara meteorit adalah meteor yang sampai ke muka Bumi dan ditemukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan meteor dapat mengandung mineral logam seperti oksida besi, nikel, magnesium, mangan, serta mineral batuan seperti silikat.
"Kadarnya beragam sehingga kita bisa buat kelas-kelas meteor," ujar Rhorom kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/11).
Terkait dengan meteorit kondrit CM 1-2, Rhorom menyebut mengandung sekitar 20 persen besi dan 25 persen silikat (seperti kaca/pasir). Kandungan logam mulia atau logam tanah sangat kecil ditemukan pada jenis meteorit itu.
Secara material, Rhrorom berkata meteor itu bisa kurang bernilai. Namun, meteor tipe kondrit belum terdiferensiasi seperti batuan-batuan di bumi.
"Dengan kata lain, masih ada indikasi bahwa meteor tersebut masih menyimpan informasi tentang masa lalu tata surya. Inilah yang membuat meteor ini bernilai dari perspektif ilmiah," ujarnya.
Lebih lanjut, Rhorom menyampaikan bahwa potensi bahaya kejatuhan meteor teramat kecil. Pertama, banyak meteor berukuran kecil dan habis terbakar di atmosfer. Kedua, sebaran manusia di Bumi masih terbilang tak merata sehingga probabilitas tertimpa menjadi lebih kecil.
Lihat juga:4 Puncak Fenomena Hujan Meteor November 2020 |
Terkait dengan bahaya meteorit bagi manusia, kata dia tidak ada. Sebab, dia menyebut radiasi meteorit sangat rendah.
"Apa ada bahaya radiasi? Tidak. Material radioaktif memang dapat ditemui di meteor, tapi dengan kadar yang luar biasa rendah," ujar Rhorom.
Di sisi lain, Rhorom tidak mengelak ada beberapa jenis meteor yang hampir sama dengan batuan di Bumi. Tapi, secara mikroskopis ada indikasi struktur kristal dan sebagiannya yang berbeda.
"Ahli geologi atau petrografi yang bisa berkomentar lebih banyak tentang ini," ujarnya.
Kemudian, Rhorom menjelaskan meteor bisa menembus atmosfer dan mencapai muka Bumi jika ukurannya cukup besar. Sebab, meteor itu tidak terbakar habis di atmosfer. Selain itu, meteor bisa menembus atmosfer Bumi karena tata surya tidak hampa.
"Banyak debu dan kerikil meteorit yang bisa menghampiri Bumi dan masuk ke atmosfer," ujar Rhorom.
Lebih dari itu, Rhorom mengaku Lapan tidak bisa mendeteksi meteor yang menembus Bumi. Sebab, deteksi dan lokalisasi meteor memerlukan sistem kamera pemantau yang terdistribusi rapat di suatu area.
"LAPAN memang mempunyai radar meteor di Agam, Sumatera Barat, tapi jangkauan pengamatannya terbatas," ujarnya.