Ahli membenarkan soal kabar vaksin yang pernah menyebabkan lumpuh dan kematian. Namun, menurutnya hal itu terjadi pada tahun 1955.
Saat itu vaksin polio yang dibuat oleh Cutter Laboratories, Amerika Serikat, memang sempat menyebabkan sejumlah anak-anak mengalami kelumpuhan dan meninggal dunia lantaran proses pembuatan vaksin yang masih belum baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menjelaskan dampak mengerikan vaksin itu terjadi karena vaksin polio yang diberikan anak-anak masih mengandung virus polio hidup. Peristiwa itu dikenal dengan 'Cutter Incident'.
Peristiwa itu terjadi karena standar pengembangan, produksi, dan pemberian vaksin belum ketat seperti saat ini. Namun, setelah peristiwa itu, Dicky menyampaikan Amerika Serikat dan seluruh negara menerapkan standar ketat terhadap sebuah vaksin.
"Sejak itu standar riset vaksin, kemudian juga termasuk aspek keamanannya itu bukan dalam standar keamanan yang biasanya, tapi namanya extraordinary safety level. Ini yang membuat ya risetnya begitu lama dan begitu sulit," tuturnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (14/1).
Hal ini diungkap Dicky menanggapi pernyataan politisi PDIP Ribka Tjiptaning menolak untuk mengikuti vaksinasi vaksin Covid-19. Bahkan, ia mengaku memilih membayar denda ketimbang disuntik vaksin Covid-19.
Ribka meragukan vaksin Covid-1 karena mengetahui adanya peristiwa kelumpuhan hingga meninggal dunia setelah menerima vaksin. Misalnya, dia menyebut vaksin anti polio membuat sejumlah orang lumpuh di Sukabumi dan vaksin anti kaki gajah di Majalaya menyebabkan 12 orang meninggal dunia.
Ia menyatakan pengembangan vaksin saat ini sudah sangat terkendali. Dia mengatakan efek samping berupa kematian yang ditimbulkan dari sebuah vaksin hampir pasti tidak akan terjadi.
"Untuk produksi vaksin Covid-19 atau vaksin lainnya setelah era modern ini semuanya jauh memiliki standar keamanan yang extraordinary, (luar biasa)" ujar Dicky.
Lebih lanjut, Dicky mengingatkan vaksin yang dibuat pasca Cutter Incident tidak mungkin lolos ke Fase II atau Fase III jika Fase I mengalami kegagalan. Sebab, dia mengatakan Fase I menentukan keamanan sebuah vaksin.
"Sehingga vaksin Sinovac atau vaksin lain yang sudah memperoleh izin penggunaan sudah memiliki atau memenuhi aspek keamanan. Jadi potensi adanya lumpuh atau meninggal itu sangat, sangat kecil sekali. Hampir mendekati tidak ada," ujar Dicky.
Dicky kembali mengingatkan vaksin yang membahayakan tubuh adalah vaksin yang tidak memenuhi standar. Ilmuwan dan Badan Kesehatan Dunia juga terus memantau semua vaksin dan akan melakukan tindakan jika sebuah vaksin tidak memenuhi standar keamanan.
"Jadi secara probabilitasnya sangat kecil. Bahwa ada efek samping, iya. Semua produk kesehatan ada. Itulah mengapa kita punya manajemen risiko paparan ini seberapa besar dan kemudian itu sebabnya ada aspek benefit dan risikonya," ujarnya.
(jps/eks)