Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menyampaikan belum ada penjelasan secara spesifik mengenai varian baru virus corona yang ditemukan di Jerman.
Dia mengatakan peneliti baru menyampaikan ada perbedaan antara varian baru Covid-19 itu dengan yang varian baru yang ditemukan di Inggris, Afrika Selatan, atau Brazil.
"Varian ini belum diidentifikasi namanya, sedang dalam pemeriksaan lebih lanjut," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicky menyampaikan sampel virus SARS-CoV-2 yang diduga memuat varian baru itu sedang dalam tahap penelitian lebih lanjut. Sehingga, dia menilai terlalu dini menyimpulkan bahwa varian itu lebih berbahaya, misalnya lebih agresif atau menular dari varian lain.
Lebih lanjut, Dicky berkata sudah ada 35 orang yang dinyatakan terinfeksi varian baru virus corona itu. Temuan itu juga membuat pembatasan sosial di Jerman semakin ketat.
"Apa yang terjadi di Jerman ini merupakan satu peingatan penting sekali bahwa bukan tidak munkin dengan kondisi pandemi yang tidak terkendali kita melahirkan starin yang made in Indonesia, itu sangat mungkin," ujarnya.
Dicky menuturkan pandemi Covid-19 di Indonesia tidak terkendali. Hal itu semakin diperparah dengan pengetesan dan penelusuran kasus yang tidak memadai.
"Apalagi surveilans genomic kita yang masih tergolong rendah. Kesadaran masyarakat juga masih sangat abai. Ini yang sangat mengkhawatirkan," ujar Dicky.
Terkait dengan kondisi itu, Dicky mengingatkan vaksinasi bukan solusi mengatasi pandemi. Sehingga, startegi 3T dan 3M perlu dipatuhi agar penularan tidak meluas yang pada akhirnya bisa menimbulkan mutasi.
"Kembali ke Jerman itu dia sudah melakukan lockdown sampai Februari. Ini yang harus jadi pelajaran kita," ujarnya.
Terpisah, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menyatakan varian baru bukan hanya ditemukan di Jerman. Dia meyakini varian baru juga ada di Indonesia, terlebih mutasi adalah sesuatu hal yang normal pada virus.
"Di Indonesia juga sudah ada varian. Kalau menurut saya virus ini kalau tidak bermutasi pasti bukan SARS-CoV-2. Ia berasal dari RNA virus yang selalu berevolusi atau bermutasi," ujar Pandu kepada CNNIndonesia.com.