Menristek/ Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro menyatakan PT Bio Farma hanya memproduksi vaksin Covid-19 berbasis virus yang tidak aktif dan protein rekombinan. Dia mengatakan Bio Farma butuh investasi lebih lanjut untuk memproduksi vaksin Covid-19 dengan platform lain.
"Bio Farma itu setelah kami pahami lebih dalam, ternyata baru sanggup hanya dengan dua platform, yaitu inactivated virus seperti yang Sinovac, maupun protein rekombinan seperti yang sekarang dikerjakan Eijkman," ujar Bambang dalam webinar, Jumat (22/1).
Bambang menuturkan Bio Farma belum bisa memproduksi vaksin berbasis adenovirus, DNA, dan mRNA. Dengan investasi lebih lanjut, Bio Farma baru bisa memproduksi ketiga jenis vaksin itu pada tahun 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Bambang mengakui saat ini Indonesia hanya bisa mengandalkan Bio Farma untuk memproduksi vaksin Covid-19 dan mengembangkan vaksin Merah Putih.
Namun, dia menyebut sejumlah perusahaan sudah siap berinvestasi dalam pengembangan dan produksi vaksin, seperti PT Kalbe Farma, PT Biotis Prima Agrisindo, PT. Daewoong Pharmaceutical, dan PT Tempo Scan Pacific.
"Jadi potensi ada tinggal bagaimana kita merangkaianya dalam suatu kerjasama riset dan inovasi, dari hulu sampai hilir sehingga kemandirian vaksin bisa terjadi di Indonesia," ujarnya.
Di sisi lain, Bambang menilai industri vaksin di Indonesia sangat prospek dari segi bisnis. Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta, industri vaksin diperlukan untuk menyediakan berbagai jenis vaksin, mulai dari Covid-19 hingga vaksin untuk anak-anak.
"Ini artinya pengembangan vaksin ini tidak akan pernah berhenti. Dan untuk memenuhi kebutuhan 270 juta, apalagi kalau kita arahnya preventive medicine, mau tidak mau industri vaksinnya harus kuat," ujar Bambang.
Bambang membeberkan Bio Farma juga hanya mampu memproduksi 250 juta dosis vaksin Covid-19 hingga akhir tahun 2021. Padahal, dia menyebut kebutuhan vaksin Covid-19 di Indonesia mencapai 360 juta dosis.
"Sehingga terpaksa memang ada yang diimpor dalam bentuk utuh. Tapi tentunya ke depan kita tidak boleh bergantung pada impor," ujarnya.
Lebih dari itu, Bambang mengklaim telah meminta Kementerian BUMN untuk mendorong Bio Farma memimpin sebuah konsorsium yang terdiri dari industri vaksin dalam rangka memenuhi kebutuhan vaksin di Indonesia.
"Siapa tahu suatu hari nanti Indonesia juga bisa menjadi pengekspor vaksin dan itu menurut saya sangat mungkin," ujar Bambang.