Ahli Pertanyakan Terawan soal Data Vaksin Nusantara
Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo menanggapi vaksin Nusantara berbasis sel dendritik digagas Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk menekan penyebaran Covid-19.
Ahmad Rusdan meminta Terawan tidak berlebihan dalam mengklaim vaksin Nusantara dapat menciptakan antibodi Covid-19 seumur hidup. Ia sendiri meragukan klaim itu mengingat vaksin Nusantara baru uji klinis fase 1.
"(Antibodi) vaksin seumur hidup? buktinya apa? baru fase 1 kok bisa klaim seumur hidup. Mohon jangan over claim, ndak baik itu untuk kultur ilmiah," ujar Ahmad kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/2).
Ahmad menuturkan Terawan cs juga tidak boleh asal bicara mengenai efektifitas vaksin Nusantara yang menggunakan metode sel dendritik untuk menangkal Coovid-19. Sebab, vaksin yang digunakan untuk vaksin massal tidak bisa dibuat secara serampangan.
Ahmad mengaku tidak mengetahui secara spesifik mengenai vaksin Nusantara. Sebab, dia menyebut tidak ada karya ilmiah yang dipublikasikan terkait vaksin itu.
Saat ini, dia hanya mengetahui Terawan cs baru menguji vaksin Nusantara pada 30 relawan yang tidak diketahui secara spesifik siapa penerimanya, serta berapa persentase relawan yagn muncul antibodinya.
"Coba tolong Pak Terawan untuk dibuka data itu supaya bisa diverifikasi secara independen sebelum melanjutkan ke fase 2 atau bahkan 3," ujarnya.
Lebih lanjut, Ahmad mempertanyakan dari mana sumber pendanaan vaksin Nusantara garapan Terawan cs. Jika dari APBN, dia meminta Terawan mempublikasikan hasil penelitian fase 1 vaksin Nusantara kepada rakyat.
"Minimal rakyat yang ilmuwan," ujar Ahmad.
Mengenal vaksin berbasis sel dendritik
Ahmad mengatakan vaksin Nusantara dengan metode sel dendritik adalah vaksin dengan mengeluarkan sel darah tubuh penerima vaksin, dan kemudian dimasukkan kembali ke tubuh.
Sel dendritik, kata Ahmad adalah sel imun yang akan mengajarkan sel-sel lain untuk memproduksi antibodi.
Secara lebih spesifik, ada tiga macam sel di dalam darah manusia, yakni sel darah merah, sel darah putih, dan sel prekursor dendritik. Dia berkata sel prekursor dendritik belum menjadi sel dendritik.
Sel dendritik bisa tumbuh dengan diberikan secara khusus setelah sel prekursor dendritik ditumbuhkan di cawan laboratorium.
Masa inkubasi dari sel prekursor dendritik menjadi sel dendritik membutuhkan waktu beberapa hari. Pada masa itu, dia berkata ahli akan memberikan antigen ke sel dendritik.
Antigen, kata Ahmad adalah bagian dari virus atau virus yang dilemahkan yang dapat memicu tumbuhnya antibodi dalam tubuh manusia. Antigen terkandung dalam vaksin. Biasanya, antigen disuntikkan ke dalam kulit dan bertemu dengan sel dendritik.
Sedangkan metode yang digunakan Terawan CS, antigen diberikan ke sel dendrrtik yang diambil dari darah orang yang akan divaksin di laboratorium.
Setelah sel dendritik telah terpapar antigen, ahli akan menyuntikkan kembali sel itu ke orang yang diambil darahnya. Sel dendritik dari relawan A tidak bisa diberikan ke relawan B, C, atau D.
Ahmad mengatakan vaksin dengen metode dendrtitik sangat mahal. Dia bekata satu orang pasien yang diobati dengan metode itu bisa mencapai Rp1 miliar.
Mahalnya metode sel dendritik terkait dengan prosesnya yang rumit. Para ahli diketahui harus mengambil darah, memisahkan sel, menumbuhkan dan memperbanyak sel dendritik, memasukkannnya lagi ke dalam tubuh.
(ryh/mik)