Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo menyatakan studi yang menyatakan vaksin Covid-19 buatan Sinovac kurang ampuh melawan varian P1 yang ditemukan pertama kali di Brasil masih bersifat sebagian.
Menurutnya, studi itu baru sekedar meneliti antibodi pada orang terinfeksi varian P1 yang telah menerima vaksin Sinovac.
"Studi ini melihat satu dari dua aspek kekebalan tubuh yaitu antibodi," ujar Ahmad kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad menuturkan studi itu memperlihatkan antibodi yang muncul baik dari orang yang terinfeksi alami maupun tervaksinasi kurang efektif dalam memblok infeksi virus varian P1 yang ditemukan di Brazil.
Hasil studi itu, kata dia bisa menjelaskan mengapa terjadi banyak kasus reinfeksi di Brasil meski hampir 70 persen populasi kota Manaus, Brazil, tempat studi dilakukan sudah membentuk antibodi terhadap varian lama (SARS-CoV-2).
"Namun data di laboratorium ini memang diakui penelitiannya belum menguji aspek imunitas kedua, yaitu status aktivasi seluler yaitu respon sel T," ujarnya.
Ahmad berkata sel T ini penting untuk mengenali sel manusia yang telah terinfeksi virus. Ketika antibodi, imunitas humoral gagal mencegah infeksi pada sel, dia menyebut masih ada sel T yang akan membasmi sel yg terinfeksi.
"Maka perlu studi lanjutan terhadap aspek sel T pada orang yg telah tervaksinasi," ujar Ahmad.
Berdasarkan studi itu pula, Ahmad mengingatkan pentingnya melakukan post vaccination surveillance pada orang yang telah tervaksinasi dan menghitung kejadian kasus covid bergejala berat antara komunitas yang divaksin dengan yang belum divaksin.
"Apabila terkonfirmasi terjadi kasus Covid gejala berat pada orang yang sudah divaksin maka wajib hukumnya untuk mengirim sampel sisa PCR ke tim Genome Surveilans besutan Kemkes dan Kemenristekdikti untuk dianalisa genom virusnya," ujarnya.
Ahmad menambahkan tidak ada batasan 'minimal' sampel untuk meneliti keampuhan sebuah vaksin selama dalam pembahasan hasil tidak ada overclaim.
Lebih dari itu, dia menyebut perlunya studi lanjutan terkait jumlah titer antibodi, misalnya apakah delapan orang itu mewakili jumlah antibodi yang sama karena jumlah antibodi yang terbentuk tentu ada kontribusi.
"Mengingat jumlah antibodi yang muncul dua minggu setelah vaksin tidak sama dibanding setelah dua bulan usai vaksinasi misalnya," ujar Ahmad.