Studi: Difteri yang Hampir Punah Potensi Kembali Ancam Dunia

CNN Indonesia
Rabu, 10 Mar 2021 07:31 WIB
Studi dari para peneliti menyebut ada kemungkinan penyakit difteri yang hampir punah kembali menjadi ancaman dunia.
Ilustrasi imunisasi difteri (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penyakit menular yang hampir punah, Difteri, diperkirakan berpotensi kembali menjadi ancaman global lantaran bakteri Corynebacterium diphtheriae yang jadi penyebab penyakit ini makin resisten terhadap vaksin dan obat.

Akibatnya, ada potensi senjata berupa vaksin dan obat yang selama ini digunakan untuk melawan penyakit ini tak lagi mempan.

Perkiraan ini berasal dari kesimpulan studi dari ilmuwan tim peneliti internasional yang dipimpin oleh peneliti dari Universitas Cambridge Inggris yang mengungkap ada peningkatan kasus dalam beberapa tahun terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap varian (perubahan) genetik (bakteri Corynebacterium diphtheriae) yang mengubah struktur toksin (difteri) dapat berdampak pada seberapa efektif vaksin tersebut," jelas Professor Gordon Dougan dari Cambridge Institute of Therapeutic Immunology and Infectious Disease (CITIID).

Saat ini, menurutnya perubahan genetik bakteri belum memengaruhi efektivitas vaksin. Namun, karena meningkatnya varian toksin maka vaksin dan obat perlu peninjauan kembali secara teratur.

Jumlah kasus difteri secara global terus meningkat secara bertahap. Pada tahun 2018, terdapat 16.651 kasus yang dilaporkan, lebih dari dua kali lipat rata-rata tahunan untuk tahun 1996-2017 (8.105 kasus). Setengah dari peningkatan kasus difteri dunia terutama terjadi di India, tempat dimana kasus difteri paling banyak terjadi pada 2018. 

Padahal Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah melakukan vaksinasi besar-besaran atas penyakit ini pada 1970. Saat itu, penyakit ii berkurang 90 persen di dunia. Saat ini, 85 persen populasi dunia sudah mendapat vaksin difteri. Pada banyak negara, penyakit ini nyaris punah.

Para peneliti melakukan pemetaan genom dari 61 bakteri yang diisolasi dari pasein. Mereka lantas mengombinasikan genom ini dengan 441 genom difteri yang sudah tersedia untuk publik. Lantas dibuatlah pohon genom dari bakteri ini.

Informasi ini juga digunakan untuk menelusuri keberadaan gen yang resisten (antimicrobial resistance/ AMR) serta menijau bagaimana variasi toksin yang dihasilkan bakteri itu saat ini, seperti dikutip Science Daily

Penelitianini diterbitkan di Nature Communications dan sudah ditinjau rekan sejawat (peer reviewed). 

Cara infeksi dan penularan

Difteri disebabkan oleh strain bakteri Corynebacterium diphtheriae yang dapat menyebar dari manusia ke manusia. Penyakit ini menghasilkan infeksi bakteri yang terdapat pada hidung dan tenggorokan.

Bakteri ini juga menyebar lewat droplet yang tersebar terutama lewat batuk dan bersin dan menularkan pada mereka yang ada berdekatan.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya tidak berasal dari bakteri itu sendiri, melainkan berasal dari toksin yang dihasilkannya.

Gejala awal pada manusia yang tertular adalah sakit tenggorokan dan demam ringan. Dalam beberapa hari toksin dapat membunuh cukup banyak sel di sepanjang tenggorokan sehingga menyebabkan penumpukan selaput abu yang melapisi tenggorokan dan amandel. Hal ini dapat membuat korbannya sulit bernapas. Penyakit ini telah menyebabkan setengah dari pasien yang terinfeksi meninggal.

Mengutip Gizmodo, meskipun difteri telah membunuh orang selama berabad-abad, kemunculan antitoksin, antibiotik dan vaksin dinilai sangat efektif pada paruh pertama abad ke 20 lalu. 

(eks/can/eks)


[Gambas:Video CNN]
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER