Ahli mengkritisi pengembangan Vaksin Nusantara untuk mengatasi Covid-19 yang dinilai tidak transparan membuka data hasil uji klinis mereka.
Padahal, menurut Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo publikasi hasil uji klinis jamak dilakukan dalam pengembangan vaksin Covid-19 lain. Fungsi pelaporan hasil uji klinis agar bisa dianalisa oleh ilmuwan lain.
"Data tidak transparan. Hingga kini ilmuwan independen seperti saya tidak bisa mengakses data hasil uji klinis fase 1," tulis Ahmad dalam cuitan di akun @PakAhmadUtomo, Kamis (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ahmad juga memberikan sejumlah catatan beberapa hal yang tidak dijelaskan oleh tim pengembang Vaksin Nusantara ini.
Pertama terkait antibodi yang dihasilkan lewat metode sel dendrintik vaksin nusantara. Ia pun menambahkan respon imun vaksin dendrit cenderung menimbulkan imunitas seluler bukan imunitas humoral (pembentukan antibodi). Padahal antibodi penting untuk menyergap virus corona SARS-CoV-2.
"Dalam tahap uji klinis fase 1 yang lalu, tidak jelas berapa persentase relawan yang memunculkan antibodi," jelasnya.
Kedua, Ahmad mencatat keanehan lantaran vaksin nusantara disebut memunculkan neutralizing antibodi
pada mayoritas relawan uji klinis fase I.
"Ini menjadi tidak lazim karena umumnya produksi vaksin dendrit memunculkan respon seluler bukan humoral (antibodi) maka tentu perlu penjelasan kok bisa berbeda dari kelaziman," tambah Ahmad.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K.Lukito sempat menyebut beberapa temuan yang diperoleh pihaknya menunjukkan bahwa vaksin Nusantara tidak memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangan vaksin.
"Komitmen correction action atau prevention action sudah diminta dari awal, tapi diabaikan, diabaikan, diabaikan," ujar Penny dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (14/4).
Menurut Penny, Vaksin Nusantara belum memenuhi berbagai standar pengembangan vaksin yang baik seperti good clinical practice (praktik klinis yang baik) dan good manufacturing practice (praktik pembuatan yang baik). Sehingga, BPOM menyatakan vaksin Nusantara belum lulus uji klinis fase I sehingga belum bisa mendapatkan persetujuan untuk fase II.