Jakarta, CNN Indonesia --
Laman NASA menunjukkan skenario lengkap prediksi asteroid tabrak Bumi merupakan simulasi yang akan dibahas para astronom dari berbagai negara di Wina, Austria pada 26-30 April mendatang.
Dalam konferensi ini disimulasikan Asteroid 2021 PDC akan menghantam Eropa, Amerika Utara, dan sebagian Afrika. Semetara, sebagian besar Asia seperti Indonesia dan wilayah Indonesia aman dari efek ledakan.
Dalam skenario yang diunggah dalam laman NASA disampaikan bahwa tabrakan kemungkinan bisa terjadi di bagian Bumi manapun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skenario ini disebut akan melenyapkan setengah bagian Bumi dan membuat wilayah itu tak dapat dihuni selama beberapa waktu. Hal ini tentu akan menimbulkan kepanikan massal dan relokasi besar-besaran ke wilayah yang aman dari ledakan tumbukan asteroid itu.
"Dengan makin banyak pengamatan yang dilakukan, maka lokasi dampak (tabrakan) akan menjadi lebih spesifik daripada (sekedar) 'separuh dunia' yang digunakan sebagai titik awal dalam skenario PDC," kata Dr Bruce Betts, kepala ilmuwan Planetary Society dan kepala Program Pertahanan Planet, kepada Daily Star.
Simulasi strategi penyelamatan Bumi dari asteroid PDC 2021 yang akan menabrak Bumi ini akan dibicarakan dalam Planetary Defense Conference di Wina, Austria.
Dalam konferensi itu, mereka akan membahas simulasi dampak asteroid jika menghantam Bumi dan strategi penyelamatan warga Bumi. Sebab, dalam skenario itu, umat mausia di Bumi hanya punya waktu enam bulan untuk mempersiapkan sebelum tabrakan terjadi.
Dalam acara konferensi dua tahunan ini, asteroid yang dinamakan 2021 PDC diceritakan ditemukan para peneliti pada April 2021 dan yang diperkirakan akan menabrak Bumi pada Oktober 2021.
NASA menegaskan bahwa skenario tabrakan asteroid yang disiapkan untuk dibahas dalam pertemuan ini hanya fiksi belaka dan tidak menggambarkan potensi dampak asteroid yang sebenarnya. Namun, dalam banyak hal skenario disiapkan serealistis mungkin sebagai persiapan.
Berikut skenario yang akan dibahas dalam konferensi Planetary Defense Conference di Wina, Austria, pada 26-30 April 2021 ketika asteroid 2021 PDC menghantam Bumi, seperti dikutip dari laman NASA.
Skenario diawali dengan astronom menemukan sebuah asteroid dengan kecerahan 21,5 pada 19 April 2021. Keesokan harinya, Minor Planet Center menamai asteroid itu dengan nama 2021 PDC.
Sehari setelah 2021 PDC ditemukan, sistem pemantauan dampak Sentry JPL dan sistem CLOMON milik ESA mengidentifikasi apakah asteroid itu berpotensi berdampak pada Bumi. Kedua sistem sepakat bahwa asteroid itu akan berdampak pada 20 Oktober 2021.
Namun, kemungkinan dampak itu rendah, hanya sekitar 1 dari 2.500 kemungkinan.
Dalam skenario itu, sangat sedikit yang diketahui tentang sifat fisik 2021 PDC. Berdasarkan pengamatan, astronom hanya memperkirakan ukuran rata-rata asteroid sekitar 120 meter. Tetapi, ada perkiraan 35 meter hingga 700 meter.
Ketika pertama kali terdeteksi, asteroid itu berada sekitar 0,38 au (57 juta kilometer atau 35 juta mil) dari Bumi. Asteroid itu mendekati Bumi dengan kecepatan sekitar 5 km/detik dan perlahan-lahan semakin terang. PDC 2021 diamati secara ekstensif selama seminggu setelah penemuan, dan seiring dengan bertambahnya kumpulan data pengamatan dari satu hari ke hari berikutnya, probabilitas dampak tabrakan makin meningkat.
Orbit asteroid 2021 PDC disebut eksentrik, memanjang dari jarak 0,92 au dari Matahari pada titik terdekatnya hingga 1,60 au pada titik terjauh, tepat di luar orbit Mars. Au merupakan jarak rata-rata Bumi dari Matahari, 149.597.870,7 km atau 92.955.807 mil. Periode orbit asteroid itu adalah 516 hari (1,41 tahun) dan bidang orbitnya adalah miring 16 derajat ke bidang orbit Bumi.
"Asteroid tersebut menjadi cerah hanya sedikit pada hari-hari setelah penemuan, dan mencapai kecerahan puncak hanya sebesar 21,35 pada tanggal 23 April," kutip skenario PDC.
Asteroid 2021 PDC kemudian mendekati Bumi selama tiga minggu setelah penemuan, mencapai titik terdekatnya sekitar 0,35 au pada 9 Mei 2021. Asteroid tersebut disebut terlalu jauh untuk dideteksi oleh radar dan tidak akan berada dalam jangkauan radar sampai pendekatan yang berpotensi berdampak pada bulan Oktober 2021.
Namun, para astronom terus melacak asteroid setiap malam setelah penemuan, dan kemungkinan tumbukannya terus meningkat.
"Pada 26 April 2021, hari pertama Konferensi Pertahanan Planet 2021, kemungkinan dampak telah naik menjadi sekitar 5 persen. Skenario lainnya akan dimainkan di konferensi," kutip skenario PDC.
Dalam skenario yang diunggah dalam laman NASA disampaikan bahwa tabrakan dapat terjadi di mana saja. Namun, dalam peta yang disajikan dalam skenario dijelaskan semua wilayah dalam proyeksi ini berisiko terkena dampak potensial. Sebaliknya, wilayah Bumi yang tidak termasuk dalam gambar, misalnya Australia dan Indonesia tidak berisiko.
"Jika asteroid berada pada lintasan tabrakan, probabilitasnya akan terus meningkat, mencapai setinggi 30 persen pada akhir minggu (Oktober), 70 persen pada minggu depan, dan 90 persen selama minggu berikutnya. Jika asteroid tidak berada pada lintasan tumbukan, probabilitas tumbukan mungkin masih meningkat untuk sementara tetapi pada akhirnya akan turun ke nol," kutip PDC.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ukuran 2021 PDC sangat tidak pasti, mulai dari yang paling kecil 35 meter hingga yang paling besar 700 meter. Perkiraan itu didasarkan pada kecerahan asteroid, perkiraan jaraknya, dan berbagai kemungkinan albedos (reflektivitas). Akibatnya, potensi dampak kerusakan dan risiko penduduk juga sangat tidak menentu.
Namun, skenario menyebutkan energi yang mungkin dilepaskan saat terjadi benturan dapat berkisar dari 1,2 Mt hingga 13 Gt (setara TNT). Bahaya utama adalah semburan udara yang menyebabkan tekanan ledakan berlebih yang mungkin mencapai tingkat yang tidak dapat dihindari.
"Ukuran area potensi kerusakan ledakan dapat berkisar dari lokal (beberapa kilometer) di ujung kecil pada kisaran ukuran asteroid yang mungkin, hingga regional (ratusan kilometer) di ujung besar," kutip PDC.
Lebih dari itu, para astronom juga menyiapkan aplikasi Defleksi NEO JPL / Aerospace Corp. untuk menghitung lintasan pesawat ruang angkasa penabrak kinetik, serta massa pesawat ruang angkasa yang dapat diluncurkan ke lintasan tersebut dengan berbagai kendaraan peluncur.