Acara Planetary Defense Conference bakal menggelar simulasi strategi penyelamatan Bumi dari asteroid 2021 PDC yang akan menabrak Bumi. Acara bagi astronom itu akan berlangsung di Wina, Austria pada 26-30 April 2021.
Dalam konferensi itu, mereka akan membahas simulasi dampak asteroid jika menghantam Bumi dan strategi penyelamatan warga Bumi. Sebab, umat manusia di Bumi hanya punya waktu enam bulan untuk mempersiapkan sebelum tabrakan terjadi dalam skenario itu.
Dalam konferensi disimulasikan asteroid 2021 PDC akan menghantam Eropa, Amerika Utara, dan sebagian Afrika. Sementara, sebagian besar Asia seperti Indonesia aman dari efek ledakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir NASA, dalam simulasinya, asteroid 2021 PDC ditemukan para peneliti pada April 2021 dan diprediksi akan menabrak Bumi pada Oktober 2021.
Skenario diawali ketika astronom menemukan sebuah asteroid pada 19 April 2021. Keesokan harinya, Minor Planet Center menamai asteroid itu dengan nama 2021 PDC.
Sehari setelah 2021 PDC ditemukan, sistem pemantauan dampak Sentry JPL dan sistem CLOMON milik ESA mengidentifikasi apakah asteroid itu berpotensi berdampak pada Bumi. Kedua sistem sepakat bahwa asteroid itu akan berdampak bagi Bumi pada 20 Oktober 2021. Namun, kemungkinan dampak itu rendah, hanya sekitar 1 dari 2.500 kemungkinan.
Dalam skenario itu, astronom tidak mengetahui sifat fisik 2021 PDC. Mereka hanya memperkirakan ukuran rata-rata asteroid sekitar 120 meter. Tetapi, ada perkiraan 35 meter hingga 700 meter.
Ketika pertama kali terdeteksi, asteroid itu berada sekitar 0,38 au (57 juta kilometer atau 35 juta mil) dari Bumi. Au merupakan jarak rata-rata Bumi dari Matahari, 149.597.870,7 km atau 92.955.807 mil.
Kemudian, asteroid tercatat itu mendekati Bumi dengan kecepatan sekitar 5 km/ detik dan perlahan-lahan semakin terang. Asteroid 2021 PDC diamati secara ekstensif selama seminggu setelah penemuan, dan seiring dengan bertambahnya kumpulan data pengamatan dari satu hari ke hari berikutnya, probabilitas dampak tabrakan makin meningkat.
Orbit asteroid 2021 PDC disebut eksentrik karena memanjang dari jarak 0,92 au dari Matahari pada titik terdekatnya hingga 1,60 au pada titik terjauh, tepat di luar orbit Mars. Periode orbit asteroid itu adalah 516 hari (1,41 tahun) dan bidang orbitnya adalah miring 16 derajat ke bidang orbit Bumi.
"Asteroid tersebut menjadi cerah hanya sedikit pada hari-hari setelah penemuan, dan mencapai kecerahan puncak hanya sebesar 21,35 pada tanggal 23 April," kutip skenario PDC.
Asteroid 2021 PDC kemudian mendekati Bumi selama tiga minggu setelah penemuan, mencapai titik terdekatnya sekitar 0,35 au pada 9 Mei 2021. Asteroid tersebut disebut terlalu jauh untuk dideteksi oleh radar dan tidak akan berada dalam jangkauan radar sampai pendekatan yang berpotensi berdampak pada bulan Oktober 2021.
Namun, para astronom terus melacak asteroid setiap malam setelah penemuan, dan kemungkinan tumbukannya terus meningkat.
"Pada 26 April 2021, hari pertama Konferensi Pertahanan Planet 2021, kemungkinan dampak telah naik menjadi sekitar 5 persen. Skenario lainnya akan dimainkan di konferensi," kutip skenario PDC.
NASA menyampaikan tabrakan dapat terjadi di mana saja. Namun, dalam peta yang disajikan dalam skenario dijelaskan semua wilayah dalam proyeksi ini berisiko terkena dampak potensial. Sebaliknya, wilayah Bumi yang tidak termasuk dalam gambar, misalnya Australia dan Indonesia tidak berisiko.
"Jika asteroid berada pada lintasan tabrakan, probabilitasnya akan terus meningkat, mencapai setinggi 30 persen pada akhir minggu (Oktober), 70 persen pada minggu depan, dan 90 persen selama minggu berikutnya. Jika asteroid tidak berada pada lintasan tumbukan, probabilitas tumbukan mungkin masih meningkat untuk sementara tetapi pada akhirnya akan turun ke nol," kutip PDC.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ukuran 2021 PDC sangat tidak pasti, mulai dari yang paling kecil 35 meter hingga yang paling besar 700 meter. Perkiraan itu didasarkan pada kecerahan asteroid, perkiraan jaraknya, dan berbagai kemungkinan albedos (reflektivitas). Akibatnya, potensi dampak kerusakan dan risiko penduduk juga sangat tidak menentu.
Namun, skenario menyebutkan energi yang mungkin dilepaskan saat terjadi benturan dapat berkisar dari 1,2 Mt hingga 13 Gt (setara TNT). Bahaya utama dari insiden itu adalah semburan udara yang menyebabkan tekanan ledakan berlebih yang mungkin mencapai tingkat yang tidak dapat dihindari.
"Ukuran area potensi kerusakan ledakan dapat berkisar dari lokal (beberapa kilometer) di ujung kecil pada kisaran ukuran asteroid yang mungkin, hingga regional (ratusan kilometer) di ujung besar," kutip PDC.
Lebih dari itu, para astronom juga menyiapkan aplikasi Defleksi NEO JPL/ Aerospace Corp. untuk menghitung lintasan pesawat ruang angkasa penabrak kinetik, serta massa pesawat ruang angkasa yang dapat diluncurkan ke lintasan tersebut dengan berbagai kendaraan peluncur.
(jps/mik)