Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Hari Nugroho mengaku tidak dapat memastikan apakah cacing gila yang menginvasi hutan Amerika Serikat ditemukan di Indonesia. Dia hanya mengatakan cacing dalam genus Amynthas merupakan cacing asli untuk kawasan Asia, termasuk Indonesia.
"Untuk cacing yang termasuk dalam genus Amynthas, itu adalah cacing asli untuk kawasan Asia, termasuk Indonesia," ujar Hari kepada CNNIndonesia.com, Jumat (30/4).
Hari menyampaikan diketahui lebih dari 70 jenis cacing Amynthas ditemukan di Indonesia. Persebarannya, kata dia dari Sabang sampai Merauke. Di Indonesia, jenis-jenis Amynthas tersebar dari Sumatera sampai ke Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan di Papua ada jenis 'Amynthas heurni' yang besar seperti ular dengan panjang lebih dari 1 meter," ujarnya.
Lebih lanjut, Hari menilai 'cacing gila' yang ditemukan di AS tidak akan memberi dampak serius jika ditemukan di Indonesia. Sebab, dia menyampaikan cacing adalah native/ asli dengan persebaran di Asia. Cacing native itu kemungkinan tidak akan mempunyai dampak ekologis yang merugikan bagi ekosistem.
"Lain halnya ketika Amynthas ini kemudian tersebar di AS karena terbawa oleh lalu lintas perdagangan. Dia menjadi bersifat jenis asing (Alien) di AS dan kebetulan menjadi bersifat invasif sehingga merugikan ekosistem di sana, karena berpotensi mengacaukan siklus nutrient tanah di sana," ujar Hari.
Di sisi lain, Hari membeberkan cacing Amynthas cacing tanah biasa yang termasuk dalam famili Megascolecidae. Karakternya sama seperti cacing tanah yang lain, memakan bahan organik yang ada di tanah.
Kemudian, cacing itu bisa hidup di serasah maupun menggali liang ke dalam tanah. Sehingga, dia meyakini tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari adanya cacing Amynthas di Indonesia.
"Kalaupun berpotensi merusak siklus hara tanah, akan lebih bisa dikendalikan karena cacing ini native untuk Asia atau Indonesia," ujarnya.
Hari menambahkan cacing tanah secara umum tidak dikategorikan sebagai hama. Sebab, peran utamanya dalam ekosistem adalah sebagai 'Soil Engineer' yang membantu dalam siklus hara tanah, sirkulasi tanah (soil turn over), hingga aerasi tanah.
"Jadi cacing tanah ini lebih banyak menguntungkan bagi manusia dan lingkungan, ketimbang hal yang merugikan atau hama," ujar Hari.
(mik/mik)