Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko membeberkan sebagian besar rute pengembangan riset dan teknologi yang akan dilakukan dalam beberapa tahun ke depan.
Pria yang akrab disebut LTH itu bercerita tentang segala strategi yang digunakan untuk membuat program riset yang saat ini dinilai berceceran dan tidak terpusat di satu lembaga.
Ia juga bercerita tentang nasib pengembangan antariksa di Indonesia, yang saat ini mandek lantaran Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) kurang anggaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, LTH memiliki strategi memajukan pengembangan riset di Indonesia dengan mengedepankan penelitian di bidang biodiversitas.
Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 2018 itu menyebut Indonesia merupakan mega biodiversity country terbesar kedua di dunia yang dapat diandalkan, dengan banyak negara yang kini mayoritas mengembangkan penelitian di bidang elektronik.
Ia menilai jika Indonesia mau berkompetisi di elektronik sudah terlambat, menurut dia pasar ini akan jenuh.
Berikut wawancara eksklusif CNNIndonesia.com bersama Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Laksana Tri Handoko terkait pengembangan riset di dalam negeri.
Bagaimana strategi BRIN mengembangkan inovasi dan teknologi?
Jadi kalau dari regulasi dari calon Peraturan Presiden(Perpres) yang akan keluar dan sesuai dengan arahan presiden, sudah jelas adalah konsolidasi anggaran dan konsolidasi Sumber Daya Manusia (SDM).
Itu yang menjadi modal utama untuk melakukan peningkatan riset dan inovasi di negara kita, karena problem fundamental di negara kita yaitu sumber riset yang diecer- ecer. Itu sumber daya bisa uang, sumber daya SDM dan infrastruktur. Jadi hal itu ada di berbagai institusi.
Riset itukan mahal, jadi kalau beli alat yang advance material ga mungkin harganya di bawah 2 miliar. Kalau hanya dikasihnya cuman 3 miliar dalam satu lembaga sampai kapanpun tidak bisa beli alat riset yang terbilang mahal padahal itu hal krusial. Tapi Kalau ada konsolidasi beli alat penelitian sih cincai saja.
Kemudian walaupun beli, karena yang pakai juga banyak alat itu bisa dipakai dengan optimal. Itu problem basic kita dari 50 tahun yang lalu. Terlalu banyak ecer-ecer sumber riset.
Jadi lembaga riset itu harus banyak. Karena ekonomi modern itu riset dan inovasi yang bener dan yang bagus. Tapi lembaga riset idealnya hanya 1-2 lembaga saja. Kalau kita melihat dari negara-negara yang sudah maju, yang banyak itu harusnya lembaga riset swasta. Itu yang publik belum tahu.
Riset itu basisnya adalah hasil kreativitas, olah pikir otak manusia. Jadi makin banyak otak yang bagus, logikanya akan makin banyak riset dan inovasi yang mungkin bagus.
Tapi kalau yang banyak itu isinya Pegawai Negeri Sipil (PNS), PNS itukan 'semi birokrat', dan selama ini pengaturannya sebagian besar ala birokrat. Itulah yang membuat seolah banyak (SDM) tapi terlihat enggak ngapa-ngapain. Sepertinya kurang greget dan itulah yang kita harus ubah.
Lembaga riset pemerintah itu harus menjadi fasilitator swasta untuk mudah masuk ke sektor riset. Karena sektor riset itukan terbilang mahal, SDM-nya mahal dan infrastrukturnya mahal.
Mahal investasinya, mahal operasionalnya, mahal perawatannya termasuk manusianya. Kalau di LIPI saja minimal harus lulusan Sarjana 3 (S3) pasti minta gaji gede, padahal hasil risetnya belum tentu berhasil.
Riset itu adalah sektor aktivitas yang sangat berisiko, kalau dari sisi orang bisnis. Sangat berisiko. Itu sebabnya sebagian besar hanya perusahaan besar yang punya Research and Development (R&D).
Lalu lembaga riset yang ideal seharusnya bagaimana?
Kita itu harus masuk jadi fasilitator melalui BRIN. Kita punya uang investasinya gede bikin kaya kita lakukan di LIPI beberapa tahun ini. Kita bangun besar-besaran, kita bangun laboratorium yang komplit, advance, tapi kemudian kita buka fasilitas itu untuk dipakai orang lain.
Sehingga ketika ada industri mau bikin produk baru, yang butuh riset, mereka bisa pinjem barang, pinjem orang, pinjam alat untuk riset. Tapi bahan riset bawa sendiri. Itu yang kita lakukan.
Jadi pemerintah itu harus menjadi fasilitator, bukan pemain utama dalam segi industri. Di negara yang ekonominya sehat, yang pasar bisnisnya sehat, swasta yang utama. Bukan pemerintah.
Berarti posisi lembaga riset yang sekarang dipayungi BRIN?
Kita sekarang dalam proses konsolidasi seluruh lembaga riset untuk ada di bawah naungan BRIN, skema konsolidasinya seperti apa? Itu yang sekarang sudah bukan lagi kita kaji, tapi sedang kita eksekusi sekarang.
Intinya kita konsolidasi anggaran, SDM, dan infrastruktur. Karena semua digabung jadi tiga konsen yang utama.
Bagaimana mengenai anggaran, apakah lebih banyak?
Kalau ditotal anggaran lebih besar karena berasal dari berbagai lembaga riset yang dipusatkan. Jadi lebih terasa sehingga kapasitas kita untuk investasi, untuk melakukan pemeliharaan, investasi berbagai infrastruktur riset yang canggih akan muncul yang tadinya tidak bisa kita miliki.
Produk riset yang bisa menjadi andalan?
Seperti yang sudah saya sampaikan. Riset itu kan nilainya tinggi. Secara umum kita tidak bisa menetapkan produk unggulan. Yang kita lakukan adalah memprioritaskan sektornya.
Pertama kita harus mengejar ketertinggalan teknologi, kedua adalah utilisasi dari biodiversitas yakni dari sumber daya alam lokal.
Bagaimana kita mengembangkan material-material baru dari sumber daya alam Indonesia, bagaimana kita mengembangkan obat dari biodiversitas Indonesia untuk menciptakan berbagai obat.
Kemudian bagaimana kita menemukan bioteknologi untuk kedokteran yang basisnya sumber daya alam lokal. Karena Indonesia ini merupakan mega biodiversity country. Kita ini negara dengan biodiversitas terbesar nomor 2 di dunia kalau untuk daratan. Kalau beserta lautnya itu nomor 1 di dunia.
Makanya potensi untuk mendukung blue economy dan green ekonomi itu ya riset. Green economy itu akan membuat ekonomi yang tidak menimbulkan kerusakan.
Fokus teknologi seperti apa?
Biodiversitas itu bukan hanya masalah live science saja, biodiversitas itu masalah teknologi. Jadi kalau kita kenal jaman elektronik terus sekarang jaman IT, masa depan itu jaman bioteknologi.
BRIN itu harus memimpin menuju ke sana karena kalau kita mau berkompetisi di elektronik sudah terlambat. Marginnya juga kecil, kan barang elektronik murah-murah sekarang dan pasar sudah jenuh. Jadi riset itukan harus melihat masa depan. Itulah teknologi.
Cita-cita BRIN seperti apa?
Ke depannya yang kita harapkan sebenarnya industri itu dia sudah invest bikin lab kecil, kan dia sudah mulai tune in. Kita harapkan nanti ada R&D dari industri swasta. Itulah sebenarnya indikator keberhasilan BRIN yakni untuk memantik swasta.
Bukan karena BRIN-nya bikin produk. Peranan pemerintah itu bikin manajemennya. Tapi itu bukan tujuan finalnya. Dampaknya dalam jangka panjang itu lembaga swasta itu punya R&D sendiri.
Pemberitaan sedang ramai tentang Bukit Algoritma, apa nanti di bawah naungan BRIN?
Itukan swasta, kalau dari swasta kita selalu welcome. Bukit Algoritma itu enggak ada hubunganya sama kita, itukan punya swasta. Kalau inisiatif swasta kita selalu welcome. Nanti kita tawarkan perlu bantuan apa. Yang perlu kita bantu ya kita bantu tapi dalam konteks tidak memberikan uang tapi fasilitasi tadi.
Maksudnya kalau swasta sudah bikin ya silakan saja. Kan itu bagus. Di manapun dibangun seperti di Cikarang ada di area Presiden University dan sekitarnya kan mereka juga bikin tuh berbagai fasilitas riset ya kan bagus dan kita akan support.
Misalnya mereka tidak punya alat padahal mereka butuh ya sudah silahkan datang ke BRIN silakan pakai. Tapi dalam konteks kolaborasi, diatur dalam perjanjian kerja sama.
Sudah bertemu ketua pengembang Bukit Algoritma, Budiman Sudjatmiko?
Belum pernah ketemu, wong saya baru dilantik saja Rabu. Tapi kita sangat support swasta yang membangun seperti Bukit Algoritma itu.
Jadi adanya BRIN itu bukan berarti semua riset harus dilakukan oleh BRIN. Bukan begitu, itu yang salah. Riset itu harus cair jadi bukan semua riset harus BRIN.
Bagaimana pengembangan keantariksaan di Indonesia?
Keantariksaan itu salah satu fokus yang kita harus kita lakukan, sama halnya dengan kelautan. Karena keantariksaan itu teritori kita sama juga termasuk laut dalamnya dan itu yang kita masih kurang.
BRIN fokus keantariksaan?
Iya makanya kita mau selesaikan misalnya stasiun pengamatan yang di Kupang yang selama ini dikelola Lapan.
Kapan diselesaikan?
Kita ingin selesaikan itu secepatnya. Kalau di tahun ini kan tidak bisa karena anggarannya sudah kadung terkotak-kotak. Kita baru akan start tahun depan secara anggaran.
Justru kalau digabung seperti ini anggarannya lebih banyak. Kalau sudah dikonsolidasi saya yakin bisa kurang dari setahun pembangunan stasiun antariksa di Kupang, Nusa Tenggara Timur itu bakal selesai.
Negara Ini kaya, belum lagi tentang riset laut dalam itukan kita selama ini belum mulai. Sumber bahan baku kita itu kan di laut. Sumber bahan baku obat itu di laut.