Melansir Brussels Times, beberapa negara juga memilih memberikan vaksin Johnson & Johnson (J&J) untuk orang lanjut usia. Jerman misalnya, menyatakan khawatir terjadi pembekuan darah akan dialami orang di bawah usia 60 tahun pasca menerima suntikan vaksin J&J.
European Medicines Agency (EMA) juga telah mengeluarkan peringatan tentang TTS ketika seseorang menerima vaksin J&J. Namun, EMA menyebut TTS merupakan efek samping yang sangat jarang terjadi.
Berdasarkan laporan, TTS diderita orang yang berusia di bawah 60 tahun dalam waktu tiga minggu setelah vaksinasi dan mayoritas adalah perempuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komite keamanan EMA (PRAC) juga mencatat bahwa pembekuan darah terutama terjadi di 'tempat yang tidak biasa', seperti di pembuluh darah di otak (trombosis sinus vena serebral, atau CVST), perut (trombosis vena splanknikus) dan di arteri, bersama dengan tingkat rendah trombosit darah.
Kasus itu sangat mirip dengan kasus yang terjadi dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca, kata EMA.
Satu penjelasan yang diklaim masuk akal untuk kombinasi gumpalan darah dan trombosit darah rendah adalah respons imun, yang mengarah ke kondisi yang mirip dengan yang kadang-kadang terlihat pada pasien yang diobati dengan heparin, yang disebut trombositopenia yang diinduksi heparin (HIT).
Melansir Prevention, vaksin AstraZeneca dan J&J menggunakan teknologi vektor adenovirus, versi modifikasi yang tidak berbahaya dari virus flu biasa yang biasanya menyebar di antara simpanse.
Virus yang diubah itu tidak dapat membuat penerimanya menderita flu. Virus itu membawa gen dari protein lonjakan virus corona baru, bagian dari virus yang memicu respons imun.
Hal itu memungkinkan sistem kekebalan untuk memproduksi antibodi yang bekerja melawan Covid-19, mengajari tubuh penerima vaksin cara merespons jika terinfeksi.
Alasan peneliti memilih adenovirus simpanse adalah sederhana, virus yang dimodifikasi harus baru bagi orang yang divaksinasi, jika tidak, tubuh tidak akan menciptakan antibodi unik yang sangat penting itu.