Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat di wilayah sepanjang pantai Japutih hingga pantai Atiahu, Maluku Tengah untuk mewaspadai gempa susulan dan potensi tsunami akibat longsor ke atau di bawah laut.
"Segera menjauhi pantau [Maluku Tengah] menuju tempat tinggi apabila merasakan guncangan gempa cukup kuat," ujar Dwikorita acara virtual, Rabu (16/6).
Dwikora menuturkan wilayah sepanjang pantai Japutih hingga pantai Atiahu mendapat pengawasan khusus dari BMKG. Pasalnya, dia berkata kawasan itu sudah sering mengalami tsunami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain akibat gempa tektonik, dia mengingatkan tsunami di kawasan itu bisa terjadi akibat aktivitas non-tektonik, misalnya akibat longsor tebing yang berada pantai. Dia berkata batuan dari tebing pantai yang longsor masuk ke laut bisa menimbulkan tsunami.
"Dan tsunaminya itu sangat cepat, yaitu datangnya bisa hanya dua menit, seperti yang terjadi di Palu," ujarnya.
Di sisi lain, Dwikora mengaku peringatan dini yang ada di BMKG atau negara maju belum mampu mendeteksi tsunami secepat itu. Terlebih, tsunami yang terjadi bukan akibat gempa tektonik.
"Oleh karena itu kami meminta dengan sangat, mengingat keterbatasan teknologi dan peringatan dini tsunami dalam dua menit, masyarakat diminta menggunakan kearifan lokal, yaitu apabila merasakan gempa dan berada di pantai maka segera tanpa menunggu peringatan dini atau sirine segera lari ke tempat yang lebih tinggi," ujar Dwikora.
Dwikora menambahkan masyarakat untuk tidak menerapkan teori 20-20-20, yakni lari setelah merasakan guncangan selama 20 detik ke tempat yang tingginya lebih dari 20 meter karena tsunami akan datang dalam waktu 20 menit.
"Teori ini sudah runtuh dengan kejadian tsunami Palu dan potensi yang ada di wilayah Seram ini. Karena datangnya tsunami tidak 20 menit, hanya 2 menit," ujarnya.
Lebih dari itu, Dwikora berkata data menyebut sempat terjadi tsunami setinggi setengah meter pasca gempa awal dengan magnitudo 6.
(jps/mik)