Penjualan mobil di Indonesia kategori wholesales terekam tumbuh 32,7 persen pada Juni dibanding Mei, namun catatan retail cuma bergerak naik 2,5 persen. Asosiasi perusahaan industri otomotif, Gaikindo, menyatakan kondisi Juni terpengaruh isu inden dan wacana perpanjangan PPnBM 100 persen.
Pemberitaan soal inden mobil baru selama berbulan-bulan belakangan ini dikatakan membuat para APM beserta pemanufaktur menggenjot lebih banyak produksi buat memenuhi permintaan yang meningkat.
Hal ini tergambar dari catatan wholesales alias distribusi dari APM ke dealer sebesar 72.720 unit pada Juni, tumbuh 17,905 unit (32,7 persen) dari Mei.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu para produsen juga disebut semakin yakin setelah mendapat kepastian pemerintah akan memperpanjang relaksasi PPnBM 100 persen khusus untuk mobil maksimal 1.500 cc yang diproduksi lokal.
"Kita kan dimbombardir dengan isu, ini sudah diberi kebijakan ternyata [produksi] enggak siap sehingga inden sampai 5-6 bulan. Inden memang betul ada tapi itu unit-unit tertentu, di daerah tertentu, dealer tertentu, tidak semuanya," kata Sekretaris Gaikindo Kukuh Kumara saat dihubungi, Jumat (9/7).
![]() |
Sementara itu Kukuh menyatakan hasil retail pada Juni yang cuma naik 1.590 unit (2,5 persen) menjadi 65.765 unit dari Mei sebagian besar diakibatkan masyarakat menunda pembelian karena wacana perpanjangan PPnBM 100 persen yang berlaku buat 23 mobil.
Kementerian Perindustrian mengeluarkan pernyataan resmi pada 13 Juni terkait rencana perpanjangan relaksasi PPnBM 100 persen yang diperpanjang hingga Agustus.
Namun para APM tidak dapat mengimplementasikan sampai akhirnya aturan soal itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2021, diterbitkan Kementerian Keuangan pada 28 Juni dan berlaku mulai 30 Juni.
Selama jeda produsen berupaya menambah produksi, memberlakukan harga 23 mobil sesuai skema asli yakni diskon PPnBM 50 persen, dan sebagian masyarakat menunda pembelian karena merasa lebih baik menunggu aturan perpanjangan relaksasi PPnBM berlaku.
"Kemungkinan besar retail terganggu karena pengumuman [dari Kemenperin], konsumen kan jadi enggak jelas. Ada keterangan resmi tapi kan belum bisa dilaksanakan sebelum PMK keluar. Jadi ada keraguan walaupun sudah dijanjikan," kata Kukuh.
(fea)