Mengenal Bhadra, Anak Elang Flores Kini di Gunung Rinjani
Bhadra, Elang Flores yang lahir di Taman Nasional Gunung Rinjani kini telah berusia satu bulan. Pasca kelahirannya, Balai TN Gunung Rinjani memasang CCTV di lokasi sarang guna memantau perkembangan dan menjaga kelangsungan hidupnya.
Hasil rekaman pantauan tersebut diunggah oleh Balai TN Gunung Rinjani melalui akun Instagram dan Youtube resmi mereka pada Senin (9/8) lalu. Dalam video, tampak anak elang itu banyak bergerak dan bulu-bulu putih mulai menyelimuti badannya.
Dari hasil pantauan Balai TN Gunung Rinjani, diketahui hal-hal menarik seperti induk yang selalu membawakan ranting berdaun segar hampir setiap hari ke sarang.
Ranting-ranting tersebut diduga berfungsi untuk menjaga kelembapan, kebersihan sarang dan suhu tubuh Bhadra agar tetap normal. Di mana sarang tersebut terletak pada cabang pohon tinggi yang terbuka dan tanpa perlindungan berarti.
Beberapa daun segar yang dibawa oleh sang induk juga tampak dikonsumsi oleh Bhadra demi kelancaran pencernaannya. Beberapa kali juga terlihat anak elang itu membuang kotoran di luar sarang.
Pada siang hari, anak raptor endemik yang dimiliki Indonesia itu lebih sering terlihat sendiri di sarangnya. Namun ketika malam induk dan jantan akan kembali ke sarang setelah berburu makanan.
Ahli elang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Malia Prawiradilaga, menjelaskan bahwa ciri fisik Elang Flores tidak jauh berbeda dengan saudaranya, Elang Brontok. Jika Elang Brontok memiliki bintik pada bagian dada, Elang Flores tidak.
"Nah kalau Elang Flores itu bagian data sampai kaki itu bulunya warnanya putih," katanya kepada CNNIndonesia.com, melalui sambungan telepon.
Lihat Juga : |
Burung pemangsa ini juga memiliki ukuran fisik yang besar hingga 71-82 centimeter. Sebarannya tidak hanya di Flores, tetapi juga meliputi Pulau Lombok, Sumbawa, Pulau Satonda, Rinca dan Pulau Komodo.
Mulanya Elang Flores masuk ke dalam anak jenis dari Elang Brontok, namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, Elang yang banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur ini memiliki klasifikasinya tersendiri.
"Kalau dulu kan dianggap masih anak jenis dari Elang Brontok tapi setelah kita cek morfologinya, dan genetiknya itu ternyata memang tidak sama dengan Elang Brontok. Jadi ada bedanya, kita pisahkan menjadi jenis tersendiri," ujar Malia.