Jakarta, CNN Indonesia --
Vaksin Sputnik V asal Rusia telah mendapat persetujuan penggunaan darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Selasa (24/8).
Sebelumnya, vaksin ini diklaim memberikan perlindungan yang efektif terhadap varian baru virus corona Delta. Namun, klaim tersebut juga dibantah oleh peneliti lain yang menunjukkan respons kekebalan yang lebih lemah Sputnik V melawan mutasi baru Covid-19.
Kepala BPOM Penny K Lukito menyebut, penerbitan EUA itu telah melalui penilaian bersama Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) terhadap data mutu vaksin yang mengacu pada pedoman evaluasi mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut beberapa fakta Vaksin Sputnik V atau Gam-Covid-Vac asal Rusia.
Jenis vaksin adenovirus
Vaksin Sputnik V buatan Rusia dikembangkan dengan teknologi adenovirus. Teknik pengembangan vaksin ini sudah digunakan sejak 1980-an.
Vaksin adenovirus menggunakan virus lain yang tidak berbahaya dan dimodifikasi agar memiliki spike protein virus penyebab Covid-19. Dengan demikian, di masa mendatang antibodi bisa mengenali dan memberantas virus corona SARS-CoV-2 asli yang masuk ke tubuh, seperti dilansir dari laman Sputnik V.
Melansir studi yang dipublikasi di Lancent, vaksin ini menggunakan pendekatan adenovirus rekombinan heterolog menggunakan adenovirus 26 (Ad26) dan adenovirus 5 (Ad5).
Sputnik V juga dikenal sebagai Gam-Covid-Vac, menggunakan dua adenovirus rekayasa yang berbeda, yakni rAd26 dan rAd5 untuk dosis pertama dan kedua, untuk mengirimkan kode genetik protein lonjakan virus corona ke dalam sel manusia.
Teknik pengembangan vaksin menggunakan adenovirus juga dilakukan oleh Johnson & Johnson. Teknik pengembangan virus ini merupakan bagian tipe vaksin viral vektor.
Efikasi di atas 90 persen
Menurut analisis sementara dari uji coba yang diterbitkan jurnal medis The Lancet, vaksin Sputnik V memiliki kemanjuran 91,6 persen.
Pada akhir Juni lalu Vladimir Gushchin, kepala laboratorium mekanisme variabilitas populasi dari pusat penelitian Gamaleya yang mengembangkan vaksin Sputnik V, mengatakan bahwa vaksin itu diklaim hampir 100 persen memberikan perlindungan terhadap kasus parah dan fatal dari Covid-19 yang disebabkan oleh varian Delta.
Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Nasional Gamaleya itu melaporkan bahwa Sputnik V memiliki kemanjuran 97,6 persen.
Klaim 90 persen ampuh terhadap varian Delta
Klaim itu datang dari Kepala Laboratorium Universitas Negeri Novosibirsk dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia (RAS), Sergey Netesov. Ia mengklaim efikasi vaksin Sputnik V memberikan perlindungan 90 persen terhadap varian yang awal ditemukan di India itu.
Mengutip Hindustan Times, Netesov mengklaim Sputnik V mempunyai tingkat keampuhan atau efikasi 95 persen terhadap virus corona varian awal. Kini ia juga mengklaim tingkat keampuhan Sputnik V 90 persen terhadap varian corona Delta.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa vaksin yang sudah dikembangkan itu harus segera digunakan karena cukup efektif.
Klaim tidak ada efek samping
Adenovirus biasanya hanya menyebabkan gejala ringan pada manusia, dan denganmekanisme pengiriman yang berbeda, yaitu hanya menggunakan satu adenovirus yang direkayasa seperti yang dilakukan vaksin Oxford-AstraZeneca dan Johnson & Johnson.
Klaim hasilkan antibodi signifikan dari satu suntikan
Penelitian terbaru pada 13 Juli 2021, di jurnal Cell Reports Medicine, berjudul "Sputnik V Vaccine Elicits Seroconversion and Neutralizing Capacity to SARS-CoV-2 after a Single Dose" mengklaim dosis satu suntikan vaksin Sputnik V dapat menimbulkan respons antibodi yang signifikan terhadap SARS-CoV-2.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dua dosis Sputnik V menghasilkan kemanjuran 92 persen terhadap Covid-19.
Tidak seperti vaksin Oxford-AstraZeneca dan Johnson & Johnson, Rusia mengklaim tidak ada laporan kondisi pembekuan darah yang pada orang yang divaksinasi dengan Sputnik V.
Kini otoritas kesehatan Rusia atau dan lebih dari 60 negara dilaporkan telah menggunakan Sputnik V untuk vaksinasi nasional.
[Gambas:Video CNN]
Bantah kekebalan lawan varian delta
Namun demikian, salah satu peneliti justru mengungkapkan bahwa vaksin Sputnik V menghasilkan respons kekebalan yang lebih lemah terhadap mutasi baru, seperti varian Delta.
Mengutip The Moscow Times, hal itu diungkap dalam sebuah studi yang sudah peer-review dan diunggah di jurnal medis online Vaccines, yang diterbitkan oleh Multidisciplinary Digital Publishing Institute.
Pengembang Sputnik V mengambil sampel darah dari orang-orang yang telah menyelesaikan vaksinasi, untuk menyelidiki apa yang disebut aktivitas penetral virus dari antibodi ketika disajikan dengan mutasi baru virus corona.
Para ilmuwan menemukan adanya penurunan signifikan dalam efek penetral virus Sputnik V terhadap tiga varian yang yang mendapat cap 'Variant of Concern' oleh Organisasi Kesehatan Dunia, WHO.
Ketiga varian itu yakni Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India, varian Beta dari Afrika Selatan dan varian Gamma dari Brasil.
Terhadap varian Delta, peneliti menemukan adanya penurunan efikasi 3,1 kali lipat dalam aktivitas penetral virus, sementara 2,8 kali lipat dan 2,5 kali lipat pada varian Beta dan Gamma.
Dikritik tidak transparan
Sputnik V kerap dikritik soal transparansi vaksin covid-19 karena secara tiba-tiba mengklaim telah mengantongi izin regulasi dan tingkat efikasi yang tinggi melawan varian corona.
Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yang mengelola pendanaan untuk pengembangan vaksin bernama Sputnik V, serta Institut Gamaleya langsung mengklaim telah mempublikasikan data pendekatan basis penelitian human adenovirus di sputnikvaccine.com.
Pimpinan Eksekutif RDIF Kirill Dmitriev mengklaim basis penelitian human adenovirus untuk vaksin Covid-19 dipilih Rusia karena disebutnya mempunyai hasil yang paling jelas dan baik terhadap sejumlah penyakit infeksi, misalnya ebola.