Seiring waktu, pola penagihan berubah seketika dalam hitungan hari, menjadi lewat telepon hingga berujung pada spamming panggilan masuk berkali-kali ke nomor teleponnya.
"Itu sehari bisa 10 kali nge-spam nelpon ke hp saya dengan nomor yang berbeda," ujar dia.
Usai beberapa hari dibombardir dengan panggilan seluler, kata Aan, pola itu berubah lagi dengan cara mengirimkan data diri seperti KTP dan foto pribadinya untuk menagih hutang ke teman atau saudara yang kontaknya dapat diakses pihak pinjol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam isi pesannya, penagih mengaku nomor yang dikirimi pesan itu merupakan nomor penjamin saat peminjam hendak melakukan akad kredit. Padahal Aan mengaku, tidak pernah memberikan nomor penjamin kepada pihak pinjol ilegal itu.
Tidak hanya menagih, Aan mengatakan pihak pinjol juga membagikan foto yang dicomot dari galeri ponselnya.
Jika hal itu masih membuat peminjam enggan membayar tagihan, maka kata Aan, pola itu akan berubah yakni dengan membuat grup WhatsApp yang isinya kerabat dan saudara peminjam.
Lebih lanjut Aan menjelaskan awal mula ia tergiur dengan pinjaman online. Ia mengaku tertarik dengan pinjaman uang online, lantaran terdapat logo Otoritas Jasa Keuangan, dan aplikasi itu tersedia di toko aplikasi PlayStore.
Akan tetapi, ketika masuk ke dalam aplikasi yang disebutnya terpercaya, ia disuguhkan sederet pilihan pihak pinjol yang terdiri lebih dari 30 jenis yang di dalamnya tertera dengan nama yang berbeda.
"Banyak, Ada 30 pinjol di 1 aplikasi, saya waktu itu pilih bank Nanas. Pokoknya namanya aneh-aneh, ada Bank Simpanse, Orang Utan, Mawar, Mangga, banyak lagi deh," tuturnya.
Setelah mengajukan pinjaman, tak lama dalam hitungan menit uang yang hendak dipinjamnya sudah masuk ke rekening pribadi. Walau demikian dia tak mengira metode penagihan yang dilakukan dengan pinjol ilegal sangat mengganggu dengan intimidasi dan mencomot data pribadi.