Jakarta, CNN Indonesia --
Parlemen Korea Selatan pada Selasa (31/8) kemarin meloloskan rancangan undang-undang yang melarang Apple dan Google melakukan monopoli sistem pembayaran melalui App Store dan Play Store.
Kedua perusahaan teknologi raksasa itu mengharuskan para pengembang aplikasi menggunakan sistem pembayaran melalui App Store dan Play Store bagi orang-orang yang mau mengunduh aplikasi tertentu. Dengan disahkannya RUU itu, maka pemerintah Korsel secara terbuka menyatakan melarang monopoli App Store dan Play Store.
Seperti dilansir AFP, Rabu (1/9), RUU itu disetujui oleh 180 anggota parlemen Korsel. Hal itu membuat Korsel sebagai salah satu kekuatan ekonomi besar dunia pertama yang mengesahkan beleid itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan parlemen Korsel diperkirakan bakal menjadi landasan bagi negara lain buat melakukan hal yang sama.
RUU Anti-Google yang disahkan oleh parlemen Korsel memberi keleluasaan kepada penyedia aplikasi buat menentukan metode pembayaran bagi para pengguna yang mengunduh aplikasi itu. Maka dari itu para pengembang aplikasi di Korsel kini tidak harus memajang program buatan mereka di App Store dan Play Store.
Keputusan parlemen Korsel itu diambil setelah Apple dan Google dikritik di seluruh dunia karena mematok komisi hingga 30 persen dari penjualan berbagai aplikasi melalui App Store dan Play Store.
Selain itu, Apple dan Google hanya membolehkan para pengembang aplikasi menggunakan sistem pembayaran dari App Store dan Google Store buat melakukan transaksi.
"Undang-undang ini akan menjadi dasar bagi negara lain, termasuk bagi para pengembang aplikasi dan pembuat konten di seluruh dunia," kata Kepala Asosiasi Bisnis Internet Seluler Korea, Kang Ki-hwan.
Menurut laporan beleid itu akan mulai berlaku di Korsel pada bulan ini.
Akan tetapi, pada Oktober mendatang Google menyatakan akan mewajibkan kepada seluruh pengembang aplikasi menggunakan sistem pembayaran di Play Store, dengan menetapkan komisi 30 persen.
Padahal penetapan komisi oleh Google dari transaksi aplikasi itu sebelumnya hanya ditujukan buat gim daring (online).
Keputusan Google memancing amarah para pengembang aplikasi di Korsel. Mereka menuduh Google menyalahgunakan wewenang dan melakukan kampanye besar-besaran buat menghambat pengesahan RUU itu.
"Tanpa beleid ini, lingkungan kerja kami di mana para pembuat mendapat jaminan penuh atas usaha mereka, maka akan hancur," kata seniman sekaligus Kepala Asosiasi Industri Webtoon Korea, Seo Bum-gang.
"Kami memerlukan aturan ini buat melindungi keberagaman di dalam industri kami, di mana seniman dan pengembang dari berbagai latar belakang ekonomi bisa berbagi konten tanpa harus mencemaskan soal komisi," ujar Bum-gang.
Apple dan Google beralasan praktik komisi adalah hal wajar dalam ranah industri. Menurut mereka hal itu juga dipakai buat memperkuat keamanan platform transaksi di dunia maya yang bisa diakses seluruh orang di dunia.
Apple beralasan dengan disahkannya RUU itu maka sama saja membahayakan para konsumen aplikasi, karena kerahasiaan data mereka sangat rentan jika melakukan transaksi di luar App Store dan fitur kendali orang tua bisa hilang.
"Kami meyakini penjualan melalui App Store akan menurun karena pengesahan RUU ini, dan membuat sekitar 482 ribu pengembang aplikasi di Korsel yang selama ini sudah meraup 8.5 triliun Won kehilangan kesempatan," demikian isi pernyataan Apple.
Perwakilan Google di Korsel belum memberikan pernyataan soal pengesahan RUU itu.
Apple dan Google menguasai pasar aplikasi daring di Korsel yang merupakan negara urutan ke-12 ekonomi terbesar di dunia.
Menurut catatan Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Korsel, Play Store meraup untung hampir 6 triliun Won pada 2019 atau sekitar 63 persen pasar aplikasi daring.
Sedangkan App Store meraih untung 24.4 persen pasar aplikasi daring di Korsel pada tahun yang sama.
[Gambas:Video CNN]