Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan Bumi tidak berbentuk seperti bola yang sempurna. Ketika berputar pada porosnya, Bumi bisa melayang dan bergoyang.
Gerakan Bumi itu dikenal dengan istilah gerakan kutub. Dalam satu abad terakhir sumbu Bumi disebut bergeser kurang lebih 10 meter.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters pada 2018 silam menyebutkan goyangan itu disebabkan oleh tiga faktor yaitu pencairan es di Greenland, perluasan wilayah daratan karena es mencair, dan perubahan di lapisan Bumi paling berbatu (mantel Bumi).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor es mencair merupakan efek yang sangat dipengaruhi oleh manusia. Peningkatan suhu selama abad ke-20 telah menyebabkan es mencair di Greenland.
NASA memperkirakan 7.500 gigaton es di Greenland mencair ke laut pada abad ke-20.
Para peneliti meyakini dengan mencairnya es, khususnya di Greenland, menyumbang sekitar 33 persen dari efek goyangan. Ketika es kutub mencair, air mengalir ke lautan menyebar ke seluruh dunia, hingga menimbulkan dampak berupa destabilisasi rotasi planet.
"Ada efek geometrik bahwa jika anda memiliki massa yang 45 derajat dari Kutub Utara [Greenland] atau Kutub Selatan, itu akan memiliki dampak yang lebih besar pada pergeseran sumbu putar Bumi daripada massa yang tepat di dekat kutub," kata seorang penulis dari Jet Propulsion Laboratory, Eric Ivins, seperti dikutip NASA pada 19 September 2018 silam.
Faktor lain yang diungkap oleh para peneliti adalah rebound glasial, kondisi di mana massa tanah yang pernah tertekan oleh beban berat dari es, mulai muncul.
Berlanjut ke halaman berikutnya
Ketika es mencair, tanah dan permukaan Bumi perlahan-lahan kembali ke bentuk sebelumnya. Para ilmuwan percaya proses tersebut bertanggung jawab atas seluruh goyangan Bumi.
Terakhir, para peneliti meyakini konveksi mantel juga mempengaruhi goyangan Bumi.
Proses tersebut merupakan sirkulasi arus magma di bawah Bumi yang mendorong pergerakan lempeng tektonik di permukaan planet. Pergerakan itu membikin bobot tidak seimbang.
Penulis pertama dari NASA, Surendra Adhikari, mengatakan ketiga faktor tersebut berkontribusi terhadap redistribusi signifikan massa Bumi, yang menyebabkan efek goyangan pada Bumi.
"Penjelasan tradisional adalah bahwa satu proses, rebound glasial, bertanggung jawab atas gerakan poros putar Bumi ini," ucap Surendra.
Sebelumnya, Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Herizal, menyampaikan, pergeseran poros Bumi yang justru menyebabkan perubahan iklim.
Dia mengatakan sudut poros Bumi terhadap true north disebut memiliki pengaruh terhadap jumlah radiasi yang diterima tempat-tempat di permukaan Bumi, dikenal sebagai efek eccentricity dan obliguity.
Herizal menjelaskan perubahan eccentricity atau obliguity yang signifikan akan mempengaruhi secara signifikan budged kesetimbangan energy di permukaan Bumi yang pada akhirnya mempengaruhi sistem iklim.
"Variabilitas obliguity ini dikenal dengan siklus 33 tahunan," ujar Herizal kepada CNNIndonesia.com pada 30 April lalu.
Pada sisi lain, Herizal juga menjelaskan hubungan langsung antara gletser yang mencair dengan poros Bumi yang semakin miring. Dia berkata pada saat sistem iklim Bumi berubah maka akan mengubah semua komponen sistem iklim Bumi yang terdiri dari sistem atmosfer, hidrosfer (termasuk lautan), kriosfer (termasuk gletser), dan biosfer (daratan).
[Gambas:Video CNN]