Jakarta, CNN Indonesia --
Isu soal 'kutukan mumi' Raja Firaun di masa Mesir kuno telah muncul di Eropa sejak sekitar 100 tahun lalu.
Isu ini bermula imbas dari kematian donatur penggali makam firaun Mesir kuno bernama George Herbert yang bergelar Lord Carnarvon yang tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal.
Apalagi dalam sebuah tulisan di makam raja Tut, tertulis:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kematian akan datang dengan cepat bagi mereka yang mengganggu kedamaian raja."
Tulisan dalam ukiran tersebut mengundang banyak persepsi, ada yang menganggapnya sebagai sekadar pesan terakhir dari almarhum, ada yang menganggapnya sebagai kalimat kutukan mumi firaun.
Penemuan makam Tutankhamun pada tahun 1922, yang disebut sebagai penemuan luar biasa karena merupakan salah satu makam kerajaan dari Mesir kuno yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya.
Tidak ada yang percaya bahwa tim yang dipimpin ahli Mesir Kuno asal Inggris, Howard Carter dan donaturnya, Lord Carnarvon akan menemukan makam yang dipenuhi emas itu. Carnarvon meninggal beberapa bulan setelah penemuan makam Raja Tutankhamun di Mesir pada 1922.
Bahkan ketika terjadi kemacetan di Terusan Suez, banyak warga Mesir yang mengasosiasikan hal ini dengan kutukan sang mumi Firaun.
Macetnya Terusan Suez, tabrakan kereta, kebakaran di pabrik garmen, hingga runtuhnya apartemen, dikaitkan dengan kutukan firaun - sebutan bagi penguasa Mesir - setelah digelarnya acara pemindahan 22 mumi yang berlangsung pada 3 April 2021.
Puluhan mumi raja dan ratu dari Kerajaan Baru antara 1539 SM dan 1075 SM itu dipindahkan dari Museum Mesir di Tahrir Square Kairo ke Museum Nasional Peradaban Mesir di Fustatand.
Kematian sang donatur
Herbert adalah yang bergelar Earl of Carnarvon kelima di Inggris. Tak butuh waktu lama bagi orang-orang untuk mempertanyakan apakah 'kutukan mumi' telah menghancurkanya.
Pada halaman utama surat kabar The Courier Journal edisi 21 Maret 1923 yang diterbitkan di Louisville, Kentucky, memuat berita utama 'Kutukan Firaun 3.000 Tahun Terlihat dalam Penyakit Carnarvons'.
Ketika berita tentang penyakit dan kematian Carnarvon tersebar, berita utama serupa pun bermuncul di banyak surat kabar di seluruh dunia.Carnarvon disebutmenderita infeksi yang parah akibat tak sengaja mencukur bagian bekas gigitan nyamuk hingga akhirnya terkena pneumonia. Hingga akhirnya ia meninggal pada 5 April 1923, hanya lima bulan setelah penemuan makam.
Dilaporkan juga kalau anjing dengan kaki tiga milik Carnarvon melolong panjang ketika tuannya itu mati akibat septikemia dan pneumonia, seperti dikutip BBC.
Bahkan, berbagai laporan itu juga mengabarkan bahwa istri Carnarvon, Almina Herbert, jatuh sakit tetapi sembuh dan hidup hingga 93 tahun dan baru meninggal dunia pada 1969.
Terlepas dari umur panjang Almina, kematian Carnarvon menimbulkan banyak pertanyaan dan mendorong pencarian bukti soal kebenaran kutukan mumi raja Firaun ini.
Carnarvon telah membiayai pencarian dan penggalian makam Tutankhamun. Ketika Howard Carter menemukan makam itu pada November 1922, Carnarvon menunda penjelajahan sampai Herbert bisa tiba dari Inggris.
Carter sendiri hidup selama lebih dari 17 tahun setelah penemuan itu, lalu meninggal pada usia 64 tahun di rumahnya di Inggris. Dan putri Carnarvon, yang merupakan salah satu orang pertama yang memasuki makam, hidup hingga usia 79 tahun.
Kemungkinan infeksi patogen kuno
Kebenaran kutukan mumi itu itu langsung dipelajari oleh para ilmuwan. Dalam upaya untuk menentukan apakah patogen berumur panjang dapat menyebabkan 'kutukan'. Para ilmuwan menggunakan pemodelan matematika untuk menentukan berapa lama patogen dapat bertahan hidup di dalam makam, menurut makalah yang diterbitkan pada subjek pada tahun 1996 dan 1998 di jurnal Proceedings. dari Royal Society B: Ilmu Biologi.
"Memang, kematian misterius Lord Carnarvon setelah memasuki makam firaun Mesir Tutankhamun berpotensi dijelaskan oleh infeksi patogen yang sangat mematikan dan berumur sangat panjang," tulis Sylvain Gandon dalam artikel jurnal tahun 1998. Gandon adalah seorang peneliti di Pierre and Marie Curie University di Paris ketika makalah itu diterbitkan.
Namun, publikasi yang lebih baru muncul untuk membantah kemungkinan ini. Analisis terhadap bintik-bintik cokelat di makam Tutankhamun menemukan bahwa, "organisme yang menciptakan bintik-bintik itu tidak aktif," tulis tim peneliti dalam makalah yang diterbitkan pada 2013 di di jurnal International Biodeterioration & Biodegradation.
Selain itu, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh seorang profesor epidemiologi dan pengobatan pencegahan di Monash University di Australia, Mark Nelson, tidak menemukan bukti bahwa mereka semua yang masuk ke dalam makam itu meninggal pada usia yang sangat muda. Studi Nelson memeriksa catatan 25 orang yang bekerja atau masuk ke makam firaun itu tak lama setelah ditemukan.
Rata-rata, orang-orang yang masuk ke dalam makam itu hidup sampai usia 70 tahun, usia kematian yang tidak terlalu rendah di awal hingga pertengahan abad ke-20.
"Studi ini menemukan "tidak ada bukti yang mendukung keberadaan kutukan mumi," tulis Nelson dalam makalah tahun 2002 yang diterbitkan di British Medical Journal.
[Gambas:Photo CNN]
Mitos kutukan mumi Firaun Mesir
Gagasan tentang mumi yang dikaitkan dengan kutukan sebenarnya sudah ada sebelum penemuan makam Tutankhamun.
"Kutukan adalah legenda yang berkembang secara bertahap, sejak sekitar pertengahan abad ke-19, dan telah berkembang secara progresif dengan kontribusi kumulatif oleh literatur fiksi, film horor, media berita dan yang terbaru, internet," kata seorang ahli Mesir kuno yang meraih gelar doktor di bidang antropologi budaya dan menulis buku 'The Mummy's Curse: Mummymania in the English-Speaking World' terbitan Routledge pada 2006, Jasmine Day.
"Penelitian saya mengungkap cerita-cerita fiksi Amerika yang terlupakan dari tahun 1860-an, di mana para petualang laki-laki menelanjangi mumi perempuan dan mencuri perhiasan mereka, hanya untuk mengalami kematian yang mengerikan, atau konsekuensi yang mengerikan bagi orang-orang di sekitar mereka," kata Day seperti dilansir Live Science.
"Kisah-kisah ini, yang ditulis oleh para perempuan, menekankan pembukaan mumi sebagai metafora pemerkosaan. Pada gilirannya, perbandingan yang mengejutkan ini tampaknya mengutuk penghancuran dan pencurian warisan Mesir di masa kejayaan kolonialisme Barat," imbuhnya
Peneliti lain juga sepakat bahwa kaitan kutukan dan sihir dengan mumi sudah tersebar luas sebelum penemuan makam Tutankhamun.
"Gagasan bahwa Mesir adalah tanah misteri berasal dari orang-orang Yunani dan Romawi," ujar seorang profesor sejarah di Athens State University di Alabama dan penulis buku 'Egyptomania: A History of Fascination, Obsession and Fantasy' terbitan Reaktion Books pada 2016, Ronald Fritze.
Rumor mengenai kutukan mumi ini kemudian beredar di Eropa melalui lisan sebagai kabar burung maupun tulisan sebagai karya fiksi. Fritze mencatat bahwa penulis Irlandia Bram Stoker, yang paling terkenal dengan novel 'Dracula'-nya, juga pernah menerbitkan sebuah buku tahun 1903 berjudul 'The Jewel of the Seven Stars'. Buku itu menceritakan bahwa para arkeolog zaman modern menderita akibat kutukan mumi.
Namun orang Mesir kuno memang punya kebiasaan untuk menuliskan kalimatancaman yang bernada kutukandi dinding dan pintu makam mereka.
Fungsi awalnya ialah untuk mengusir penjarah dan perusak makam, karena biasanya jenazah dikubur bersama benda berharga.
orang Mesir kuno memang punya kebiasaan untuk menuliskan kalimatancaman yang bernada kutukandi dinding dan pintu makam mereka.
Fungsi awalnya ialah untuk mengusir penjarah dan perusak makam, karena biasanya jenazah dikubur bersama benda berharga.
[Gambas:Photo CNN]
Ukiran di makam anggota kerajaan biasanya bertuliskan:
Oh, semua orang yang memasuki makam ini,
Siapa yang akan membuat kejahatan terhadap makam ini, dan menghancurkannya,
Semoga buaya melawan mereka di dalam air.
Dan ular melawan mereka di darat,
Semoga kuda nil melawan mereka di air,
Kalajengking melawan mereka di darat.