4.873 Konten Fintech Ilegal Diputus Sejak 2018

CNN Indonesia
Rabu, 13 Okt 2021 19:00 WIB
Konten-konten fintech online ilegal tersebut tersebar di berbagai platform seperti website, marketplace, aplikasi, media sosial dan layanan berbagi file.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) gencar memutuskan konten-konten fintech ilegal. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan sejak 2018 hingga 10 Oktober lalu telah memutus akses lebih dari 4.000 konten Financial Technology (fintech) ilegal.

Konten-konten fintech online ilegal tersebut tersebar di berbagai platform seperti website, marketplace, aplikasi, media sosial dan layanan berbagi file.

"Sejak tahun 2018 hingga 10 Oktober 2021 telah dilakukan pemutusan akses terhadap 4.873 konten fintech online yang melanggar peraturan perundang-undangan dan tersebar di berbagai platform," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate dalam acara virtual OJK Virtual Innovation Day 2021, Selasa (12/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Johnny mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bank Indonesia serta sejumlah mitra kementerian dan lembaga dalam memberantas keberadaan fintech yang tidak berizin atau ilegal dari dunia digital Indonesia.

Johnny mengatakan pemerintah dan para mitra kerjanya tidak akan memberikan ruang bagi konten-konten yang dibuat oleh fintech ilegal.

"Kita sama-sama punya tugas untuk tidak memberikan ruang kepada konten-konten ilegal atau konten-konten yang tidak sejalan dengan aturan-aturan perundang-perundangan. Agar ruang digital kita menjadi lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat kita, dan digunakan secara maksimal untuk kemajuan perekonomian kita," katanya.

Johnny berharap penegakan hukum pada konten ilegal tersebut dapat mendorong penggunaan ruang digital yang semakin bermanfaat.

"Kita harapkan penegakan hukum ruang digital seperti ini akan mendorong fintech dimanfaatkan secara baik, digunakan demi kemaslahatan dan pembangunan ekonomi serta keuangan nasional kita," ujarnya.

Lebih lanjut, Johnny mengajak Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan masyarakat untuk berperan aktif dan antisipatif di tengah perkembangan teknologi ini. Hal tersebut guna mencegah kebocoran data dan memperkuat keamanan dalam menangkal serangan siber.

"Pemanfaatan infrastruktur digital untuk beragam transaksi digital dilakukan untuk mendukung keuangan digital yang aman," katanya.

Selain itu, setiap PSE yang melakukan aktivitas di Indonesia wajib melakukan pendaftaran PSE, termasuk yang menyelenggarakan layanan jasa keuangan. Aturan tersebut tertera dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta ketentuan perubahan dan pelaksanaan.

"Ketentuan ini berlaku untuk PSE baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, termasuk lingkup publik atau privat, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau institusi negara maupun yang dilakukan oleh institusi non negara atau privat," kata Johnny.

Kemudian Johnny menegaskan selain wajib melakukan pendaftaran, setiap PSE juga wajib memastikan konten yang dikelolanya tidak melanggar peraturan perundangan.

"Selain mewajibkan pendaftaran PSE, Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 juga mewajibkan agar PSE memastikan konten yang dikelola dalam sistem elektroniknya tidak melanggar peraturan perundangan, dan memberikan akses sistem elektronik bagi kepentingan penegakan hukum," pungkasnya.

(lnn/mik)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER