Maraknya praktik buzzer di Indonesia telah diungkap oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3SE).
Peneliti LP3ES dari Universitas Amsterdam, Ward Barenschot menjelaskan ada beberapa struktur dalam buzzer. Di antaranya konten kreator, koorinator, dan influencer.
Dia menjelaskan konten kreator merupakan pihak yang memproduksi konten yang nantinya akan disebar kepada buzzer di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ward menjelaskan konten kreator mengemas konten agar dapat diterima oleh publik yang disasar. Sehingga konten yang disebar buzzer menjadi trending di jagat maya.
Seperti contohnya pada narasi yang dibuat ketika menghubungkan isu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Taliban.
"Ada banyak cuit KPK dan taliban. Jadi sangat strategis cybertroops berpikir mereka bisa naikkan UU KPK ini, kalo misalnya mereka menghubungkan dengan Islam radikal," ujar Ward dalam paparan penelitian Pasukan Siber, Manipulasi Opini Publik dan Masa Depan Demokrasi Indonesia.
Di samping itu ia menjelaskan ada sosok koordinator yang mengatur momentum unggahan dalam konten yang diproduksi, agar bisa menjadi isu yang trending.
Ward menilai sosok koordinator itu adalah posisi penting saat menyebarkan isu. Koordinator akan menyebarkan konten dan memberi intruksi ke buzzer sesuai rentang waktu.
Sedangkan ada pula pihak yang dinilai populer di media sosial, atau kerap disebut influencer. Ward mengatakan influencer tak masuk dalam anggota yang terorganisir, namun ia menemukan indikasi bahwa pasukan siber sering menggunakan popularitas untuk mendukung salah satu calon politik.
Ia mengatakan influencer kerap dilibatkan dalam penyebaran isu, lantaran mendapatkan uang untuk mendukung salah satu calon politik, hingga kebijakan pemerintah.
Pendapatan Buzzer
Direktur Center Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto mengatakan berdasarkan informasi yang dihimpun dari 78 buzzer terungkap pendapatan para pendengung isu tersebut. Ia mengatakan sebagian buzzer bisa meraup pendapatan hingga Rp2juta sampai Rp7jutaan.
"Ada pendengung di sana perkiraanya 50-100 per akun Rp2-7 juta," ujar Wijayanto saat diskusi Pasukan Siber, Manipulasi Opini Publik dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia, beberapa waktu lalu.
Kemudian, Wijayanto mengatakan pada posisi koordinator mendapatkan pendapatan Rp5 sampai Rp15 juta per proyek penyebaran isu. Sedangkan influencer bisa mendapat penghasilan hingga Rp20 juta.
(can/fjr)