Menurut satu laporan internal di Januari 2020 berjudul "Perhambaan Domestik dan Perdagangan Tenaga Kerja di Timur Tengah," penyelidikan Facebook menemukan hal berikut:
"Platform kami memungkinkan ada tiga tahap dari kehidupan eksploitasi manusia (perekrutan fasilitasi dan eksploitasi) melalui jaringan kompleks di dunia nyata."
"Para pedagang, perekrut dan fasilitator dari agensi menggunakan profile di Facebook IG, pages, Messenger dan WhatsApp."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, juru bicara Facebook mengatakan kepada CNN bahwa mereka melarang eksploitasi manusia dengan tegas.
"Kami tlah memerangi perdagangan manusia di platform kami selama bertahun-tahun," ucap juru bicara Facebook.
Sebuah catatan penelitian internal dari April 2019 menunjukkan bahwa beberapa partai politik Eropa menyebut keputusan Facebook 2018 mengubah algoritma News Feed telah memperburuk situasi politik.
Tapi menurut Facebook, pengenalan metrik tidak berdampak besar pada perubahan pemeringkatan konten bagi pengguna di jejaring sosial mereka karena likes, comment dan share tetap menjadi perhitungan utama.
Pada Juni 2020, seorang karyawan Facebook memposting laporan ke grup internal yang mengindikasikan ada kesalahan pendeteksian informasi dan ujaran kebencian di negara-negara berisiko seperti Myanmar dan Ethiopia.
Namun, di hadapan publik Facebook mengaku memiliki proses terbaik industri teknologi untuk meninjau dan memprioritaskan negara-negara dengan risiko bahaya dan kekerasan offline tertinggi, setiap enam bulan.
"Ketika kami menanggapi krisis, kami menyebarkan dukungan khusus negara sesuai kebutuhan," sebutnya.
Facebook juga dituduh menjadi salah satu penyulut pemberontakan di Capitol. Namun, Facebook merespons bahwa yang bertanggung jawab atas penyerbuan itu adalah mereka yang menghasut warga.