Jakarta, CNN Indonesia --
Karya umat manusia dapat dilihat hampir di seluruh bagian Bumi saat ini. Mulai dari gedung pencakar langit yang mendefinisikan kota metropolitan modern hingga piramida dan monumen kuno lainnya di masa lalu. Namun apa jadinya jika Bumi diciptakan tanpa manusia?
Beberapa ilmuwan melukiskan gambaran hutan belantara yang masih asli dan berlimpahnya spesies, dari yang familiar hingga yang tidak begitu familiar.
"Saya pikir itu akan menjadi tempat yang jauh lebih bervegetasi dengan kekayaan hewan, berukuran besar yang tersebar di semua benua kecuali Antartika," kata Trevor Worthy, ahli paleontologi dan profesor di Flinders University di Australia
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wajah Bumi tanpa manusia
Ia mengatakan dunia tanpa manusia modern mungkin juga berarti bahwa kerabat manusia yang telah punah, seperti Neanderthal, akan tetap ada. Dan tidak diragukan lagi spesies itu juga akan mengubah lanskap Bumi.
Pada 2015, Sören Faurby, dosen senior zoologi di Universitas Gothenburg di Swedia memimpin sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Diversity and Distributions. Jurnal itu membahas bahwa tanpa manusia, Bumi sebagian besar akan menyerupai Serengeti modern, ekosistem Afrika yang penuh dengan kehidupan alam.
[Gambas:Video CNN]
Dalam skenario ini, hewan yang mirip dengan yang ditemukan di Serengeti saat ini termasuk gajah, badak, dan singa, akan hidup di seluruh Eropa.
Sementara itu, Amerika akan menjadi rumah bagi kerabat gajah dan beruang besar, bersama dengan spesies unik, seperti armadillo seukuran mobil yang disebut Glyptodon dan kungkang tanah raksasa.
"Di dunia tanpa manusia, akan ada keragaman mamalia besar yang jauh lebih besar, dan jika Anda melihat keragaman mamalia besar, Anda cenderung melihat habitat yang jauh lebih terbuka," kata Faurby seperti dikutip Live Science.
Manusia diketahui telah membentuk dunia dengan mengorbankan banyak spesies, dari dodo (Raphus cucullatus) hingga harimau Tasmania (Thylacinus cynocephalus). Hal itu mendorong kepunahan mahkluk hidup lain melalui aktivitas seperti perburuan dan perusakan habitat.
Meski demikian, selama satu abad terakhir para ilmuwan memperdebatkan manusia atau perubahan iklimkah yang menyebabkan lenyapnya hewan-hewan itu. Hal ini lantas dibahas lewat studi pada 2020 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Sebagian ahli menyebut, tanpa campur tangan manusia pun tingkat kepunahan spesies di Bumi saat ini sekitar 100 kali lipat.
Kepunahan tertinggi di Bumi menurut perkiraan paling konservatif, terjadi di era Cretaceous-Paleogene (K-Pg). Saat itu, kondisi Bumi saat itu telah memusnahkan sekitar 80 persen spesies hewan di Bumi, termasuk dinosaurus pada 66 juta tahun yang lalu.
Kepunahan besar-besaran berikutnya terjadi di zaman es. Hewan besar, seperti gajah, dikenal sebagai megafauna mati ketika zaman es terakhir Pleistosen (2,6 juta hingga 11.700 tahun yang lalu) berakhir.
Kepunahan imbas manusia
Disisi lain, ada sebagian ahli yang percaya bahwa manusia memainkan peran kunci dalam hilangnya banyak mamalia besar sejak ribuan tahun yang lalu. Menurut Faurby, Bumi akan menjadi tempat yang jauh lebih liar tanpa keberadaan manusia.
Selain itu, Worthy mengatakan dalam 200 tahun sejak kedatangan manusia, kesembilan spesies moa dilaporkan hilang bersama dengan setidaknya 25 spesies vertebrata lainnya. Termasuk elang raksasa Haast (Hieraaetus moorei) yang memburu moa.
Moa raksasa dan elang Haast adalah contoh terbaru dari hewan besar yang kepunahannya secara definitif terkait dengan aktivitas manusia, seperti perburuan yang tidak berkelanjutan dan pengenalan spesies invasif ke habitat baru.
Para peneliti seperti Faurby juga meyakini kepunahan hewan besar di masa lalu seperti mamoth dipercepat akibat campur tangan manusia, seperti dikutip California News Times.
Sebab, Mamoth dipercaya berhasil bertahan hidup akibat perubahan iklim di era sebelumnya. Tapi, di era manusia modern pertama muncul di Bumi, mereka memburu mamoth-mamoth ini.
[Gambas:Video CNN]