Meskipun efek siklon menyebabkan jeda monsun, namun terdapat efek tidak langsung lainnya dari keberadaan siklon tropis Paddy, yaitu pembentukan angin kencang di wilayah Jawa bagian barat.
"Karena dampak dari wilayah divergensi angin di Laut Jawa yang menyebabkan pembelokan angin kuat dari laut Jawa menuju kawasan utara Jawa bagian barat. Khususnya wilayah di sekitar Serang, Tangerang, Depok, dan sekitarnya," pungkasnya.
Angin yang berasal dari utara Laut Jawa itu bertemu dengan angin dari selatan (Samudra Hindia) yang dihasilkan dari area terluar siklon, dengan lokasi pertemuan yang saat ini lebih banyak terjadi di laut selatan Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu menyebabkan wilayah konvergensi di darat bergeser ke laut sehingga hujan minimum atau kondisi kering terbentuk di darat, sementara di laut Jawa dan perairan selatan Jawa mengalami kondisi banyak hujan.
Lebih lanjut Erma menjelaskan berdasarkan pengamatan dari Decision Support System (DSS) Kajian Awal Musim Jangka Madya (KAMAJAYA) yang dimiliki oleh Pusat Riset dan Teknologi Atmosfer (PRTA), BRIN, jeda monsun akan diakhiri dengan pembentukan vorteks Borneo.
Menurut Erma Vorteks Borneo adalah pusaran angin skala meso yang terjadi di laut Tiongkok Selatan dekat Kalimantan. Setelah diteliti Vorteks Borneo memberikan dampak peningkatan hujan signifikan untuk beberapa wilayah di sekitar Kalimantan, Brunei, Malaysia, Singapura, dan sekitarnya.
"Jika Vorteks Borneo terjadi, daerah yang harus bersiap melakukan mitigasi adalah Kalimantan dan sekitarnya," tutur Erma.
Meski demikian, efek dari tiga siklon di Samudra Hindia yang terbentuk saat ini dapat menyebabkan dinamika atmosfer berubah sangat cepat. Sehingga, monitoring kondisi atmosfer dari satelit harus terus-menerus dilakukan secara intensif dan prediksi kondisi atmosfer perlu melakukan perbaruan input sebanyak minimal empat kali dalam sehari.
"Dengan hasil prediksi yang perlu dibuat dalam skala waktu tiap jam agar kita dapat mengetahui perubahan dinamika atmosfer dari jam ke jam," pungkas Erma
Hal ini menurut Erma menjadi cara paling efisien agar prediksi atmosfer atau cuaca harian dapat mengantisipasi perubahan dinamika yang terjadi karena gangguan atmosfer skala meso yang saat ini banyak terjadi di Samudra Hindia sehingga menimbulkan jeda monsun.