Badan Siber dan Sandi Negara menyatakan menerapkan sejumlah langkah untuk memperkuat keamanan siber nasional.
Kepala BSSN Hinsa Siburian mengatakan, hal itu diambil antara lain sebagai antisipasi, karena pada periode Januari-Desember 2021 terjadi serangan siber sebesar 16,86 persen terhadap pemerintah daerah, dan 8,26 persen terhadap pemerintah pusat.
"Hasil monitoring BSSN, tercatat lebih dari 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber dengan kategori anomali terbanyak yaitu malware, Trojan activity (aktivitas Trojan), dan information gathering (pengumpulan informasi untuk mencari celah keamanan)," kata Hinsa dalam rilis resmi, Selasa (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari jumlah itu, tercatat sebaran serangan siber tertinggi terjadi di sektor akademik sebesar 38,3 persen, swasta sebesar 25,37 persen, diikuti pemerintah daerah dan pusat.
Adapun langkah penguatan yang dilakukan BSSN meliputi pemasangan sensor Honeynet dan analisa malware, optimalisasi monitoring NSOC, pembentukan tim respon insiden keamanan siber (CSIRT), pelaksanaan Information Technologu Security Assessment (ITSA), hingga penguatan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi.
"BSSN mengimbau kepada seluruh penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya, sesuai amanat UU ITE dan PP PSTE," ujar Hinsa.
Lebih lanjut, Hinsa menegaskan bahwa BSSN tetap berupaya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam menjalankan program literasi keamanan siber. Program itu diharapkan dapat membentuk budaya keamanan siber yang tanggung, sekaligus membentengi masyarakat dari ancaman terorisme, radikalisma, dan disinformasi.
Untuk itu, Hinsa mendorong agar masyarakat bijak memanfaatkan ruang siber dengan terus waspada. Pasalnya, ruang siber telah menjadi salah satu media penyebaran serta perekrutan paham terorisme dan radikalisme.
Dia juga mengingatkan supaya masyarakat tidak ikut melakukan aktivitas yang memperlihatkan dukungan terhadap Rusia maupun Ukraina. Hal itu antara lain agar Indonesia tak terjebak dalam situasi konflik di ruang siber, serta terus menjunjung tinggi salah satu pilar keamanan siber yang sedang diperjuangkan di forum PBB, yaitu Responsible State Behaviour in Cyberspace.
Terlebih, BSSN dipastikan akan berperan aktif menjalankan tugas keamanan siber terkait program pemerintah terkini, seperti Presidensi G20 dan Program Pemindahan IKN.
"Terkait IKN baru, BSSN Bersama Kementerian terkait terus menyiapkan hal-hal mendasar yang dibutuhkan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. Sebagai contoh saat ini Pusat Pengembangan SDM BSSN telah memiliki simulator keamanan siber smart city, yang digunakan sebagai sarana pelatihan keamanan siber bagi SDM Keamanan Siber dan Sandi guna mempersiapkan pengamanan siber pada Ibu Kota Negara yang baru," ungkap Hinsa.
(rea)