Pakar Nilai Mustahil, Big Data Tunda Pemilu Luhut Perlu Pembuktian

CNN Indonesia
Selasa, 22 Mar 2022 08:01 WIB
Menurut pakar jika ada klaim big data harus bisa dibuktikan, tanpa metodelogi yang dibuka jangan dipercaya.
Ilustrasi. (iStock/solidcolours)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menilai, big data 110 juta orang yang dikemukakan Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal penundaan Pemilu mustahil dan mesti dibuktikan atau 'jangan dipercaya'.

Hal itu disampaikan Ismail dalam siaran langsung di Space Twitter 'Tunda Pemilu Manipulasi Big Data' pada Senin (21/3) pagi.

"Respons saya langsung clear bahwa big data 110 ini impossible dapetin data atau ada sekitar 11 juta orang. Cuma kita enggak bisa bilang possible saja ketika ada di bidang big data, harus dibuktikan," ujar Ismail.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ismail juga meminta metodologi pengambilan big data yang diklaim Luhut segera diungkap ke publik, agar peneliti lain bisa mereplikasi ulang klaimnya.

Penyuplai data misterius

Ismail menduga ada pihak tertentu yang menyuplai big data 110 juta itu kepada Luhut. Namun hingga kini Ismail tak tahu siapa pihak yang memberi data tersebut.

Lebih lanjut ia mengingatkan hati-hati jangan sampai big data digunakan pemerintah untuk menjustifikasi sesuatu yang tidak benar, atau basis datanya tidak benar.

Ia menilai publik harus mengetahui jika ada pihak yang mengklaim punya big data tanpa membuka metodologi, maka klaim tersebut jangan dipercaya.

"Memanfaatkan ketidaktahuan publik terhadap big data mengklaim ini basisnya big data tapi tidak membuka metodelogi. Sangat penting ke depan ini publik harus tahu ketika ada orang mengklaim big data tapi tanpa membuka metodeloginya ini jangan dipercaya," katanya.

Sejak 2019

Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto yang juga hadir dalam diskusi menyebut narasi perpanjangan masa jabatan presiden sudah digaungkan sejak 2019, namun hingga kini narasi itu di media sosial masih ada.

Berdasarkan riset LP3ES bersama Drone Emprit, jika narasi itu lama bertahan di media sosial, bukan tidak mungkin digaungkan pasukan siber atau buzzer.

"Riset antara LP3ES bersama drone emprit, pada isu-isu yang sangat awet yang biasanya bisa bertahan begitu lama, biasanya itu ada yang menggerakkannya, ada satu upaya manipulasi opini publik yang sistematis yang di belakangnya ada pasukan siber," ujarnya.

Sebagai bandingan, Wijayanto mengatakan isu arti atau gosip di media sosial saja hanya bertahan paling lama 1 sampai 3 bulan. Padahal isu tersebut terbilang banyak penikmatnya di kalangan masyarakat.

Tetapi, isu perpanjangan masa jabatan presiden ini sudah dihembuskan ke masyarakat sejak 2019. Ditambah lagi saat ini ada klaim big data dari media sosial, maka ia menyimpulkan memang ada upaya untuk perpanjangan masa jabatan presiden.

"Kalau ini sudah dihembus sejak beberapa tahun lalu, artinya ada upaya untuk itu (perpanjangan masa jabatan)," tuturnya.

(can/fea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER