Jadi Investor Terbesar Twitter, Elon Musk Sindir Seleb Jarang Nge-twit
Bos Tesla dan SpaceX sekaligus pemegang saham individu terbesar Twitter, Elon Musk, menyinggung sejumlah tokoh publik dunia yang jarang berkicau di media sosial tersebut.
Dalam kicauannya di Twitter, salah satu orang terkaya di dunia itu bertanya kepada 81,1 juta pengikutnya (followers) apakah media sosial itu sedang sekarat.
Lihat Juga : |
Musk bahkan mencolek beberapa penyanyi seperti Justin Bieber dan Taylor Swift yang memiliki followers banyak tapi jarang sekali mengunggah status.
"Sebagian besar akun top dan terknal di sini jarang meng-twit dan mengunggah konten yang sangat sedikit," ucap Musk, dikutip dari AFP, Minggu (10/4).
Ia pun sekaligus menuliskan beberapa pengguna Twitter dengan followers terbanyak. Mantan presiden AS Barack Obama muncul di urutan teratas dengan 131 juta pengikut.
Kemudian, Bieber, Katy Perry, Rihanna, Taylor Swift, Perdana Menteri India Narendra Modi, hingga bintang sepak bola Cristiano Ronaldo.
"Misalnya @taylorswift13 belum memposting apapun dalam 3 bulan, dan @justinbieber hanya mengunggah sekali sepanjang tahun ini," ucap Musk.
Sebelumnya, Musk membeli 9,2 persen saham Twitter dan menjadikannya sebagai pemegang saham individu terbesar. Ia pun masuk jajaran direksi dan mulai berkicau soal rencana sunting unggahan.
Sejumlah politikus pun meminta Musk, yang sejak lama mengklaim dirinya sebagai "penganut kebebasan berbicara", menyerukan kembalinya akun Trump ke platform tersebut.
Facebook dan Twitter diketahui memblokir akunnya setelah dianggap memicu kerusuhan dalam penetapan suara Pilpres 2020 AS di Washington, 6 Januari 2021.
"Sekarang @ElonMusk adalah pemegang saham terbesar Twitter, saatnya untuk mencabut sensor politik. Oh... dan BAWA KEMBALI TRUMP!," kicau anggota Kongres dari Partai Republik Lauren Boebert.
Dikutip dari Reuters, Twitter menegaskan jajaran direksi tidak membuat keputusan terkait kebijakan ini. Namun, empat karyawan Twitter yang berbicara kepada Reuters mengatakan mereka khawatir Musk dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan tentang pengguna yang berlebihan dan konten berbahaya.
Dengan bergabungnya Musk ke direksi, para karyawan risau kebijakan Twitter untuk menjadi tempat bercakap yang sehat yang telah lama dibangun akan runtuh dan berganti pola menjadi tempat provokasi.
Sang karyawan, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, merujuk pada sejarah Musk menggunakan Twitter untuk menyerang pihak lain.
Lihat Juga : |