Sejumlah ahli menjelaskan air (H2O) tak bisa jadi bahan bakar efektif lantaran proses pemisahan Hidrogen lebih memakan energi ketimbang menghasilkannya. Pemakaian alat elektrolisis seperti Nikuba pun dinilai membahayakan.
Insinyur Kimia asal Amerika Robert Rapier berpendapat butuh energi sangat banyak untuk mengubah air menjadi bahan bakar.
"Contohnya, saya bisa membuat hidrogen dari air dengan cara mengalirinya dengan listrik. Kemudian, saya bisa membakar hidrogen itu menjadi energi," tulis Robert dalam kolomnya untuk Forbes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun energi yang akan dihasilkan selalu lebih sedikit daripada energi yang dibutuhkan untuk memproduksi hidrogen tersebut," lanjutnya.
Sebelumnya, Aryanto Misel, warga Cirebon, mengklaim generator elektrolisis (penguraian zat/molekul dengan arus listrik) buatannya, Niku Banyu alias Nikuba, dapat mengubah motor atau mobil menjadi berbahan bakar air. Alat ini pun dipakai oleh sejumlah kendaraan Kodam III/Siliwangi.
Robert mengatakan klaim bahwa air bisa digunakan sebagai bahan bakar perlu dikaji kembali. Pasalnya, air justru merupakan produk dari proses pembakaran, sama seperti karbon dioksida (CO2).
Selain itu, menurut hukum termodinamika, energi yang dibutuhkan untuk membuat bahan bakar selalu lebih besar daripada yang diproduksi. Robert pun mencontohkan perlu empat British Thermal Unit (BTU) untuk membuat tiga BTU hidrogen dari air.
"Lebih efisien menggunakan empat BTU listrik untuk menggerakkan kendaraan daripada mengubahnya menjadi tiga BTU hidrogen untuk memberi tenaga kendaraan yang sama," kata Robert.
Terpisah, Profesor Teknik Mesin Wai Cheng, yang juga direktur Sloan Automotive Lab., mengatakan energi yang dibutuhkan untuk memisahkan oksigen dengan hidrogen dari air sangat besar.
"Energi yang dibutuhkan untuk memisahkan atom lebih besar daripada yang akan Anda dapatkan kembali. Proses ini lebih menghabiskan energi daripada menghasilkannya," ujarnya, dikutip dari laman MIT.
Pasalnya, kata Cheng, "Molekul air sangat stabil".
Hal tersebut dikarenakan proses mengubah air menjadi bahan bakar untuk menjalankan kendaraan tidaklah sederhana.
Molekul air terdiri dari tiga atom yakni satu atom oksigen dan dua atom hidrogen. Ketiganya terikat seperti magnet. Untuk memisahkannya, dibutuhkan alat khusus.
Kemudian, masing-masing molekul harus diisolasi di tangki yang berbeda. Dibutuhkan pula sistem pembakaran yang bisa mencampur dan memicu molekul molekul tersebut menjadi listrik.
Setelah itu, barulah energi yang dilepas bisa menggerakkan piston atau penggerak motor atau mobil.
Air sebagai energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun sebagai bahan penghemat BBM kendaraan pun ternyata tak seramah lingkungan seperti yang diduga.
Fabio Chiara, ilmuwan dari Pusat Riset Otomotif Ohio State University, mengatakan penggunaan Hidrogen (H2) sebagai pengganti BBM sangat berisiko.
"H2 adalah gas yang sangat mudah terbakar dan eksplosif," kata Chiara seperti dilansir Scientific American.
Menurutnya, jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kendaraan juga "akan jauh lebih besar, karena dua proses pembakaran (bensin dan hidrogen) terlibat."
Lihat Juga : |
Ia menyebut penggunaan proses elektrolisis pada mesin kendaraan dapat menghemat energi jika memanfaatkan sumber energi terbarukan dan tidak berpolusi, seperti energi matahari atau angin. Meskipun, menangkap cukup sumber energi itu di mobil akan menjadi masalah lain.
Di samping itu, lanjut Chiara, ada pertimbangan keamanan bagi konsumen yang menambahkan perangkat ini ke mobil mereka. "H2 adalah gas yang sangat mudah terbakar dan meledak," katanya.
Hal ini, menurutnya, membutuhkan perawatan khusus dalam pemasangan dan penggunaannya.
(arh/nto/arh)