Survei Microsoft: Pola Kerja Hibrida Lebih Dipilih Ketimbang Full WFH

CNN Indonesia
Rabu, 25 Mei 2022 16:02 WIB
Microsoft merilis laporan Work Trend Index tahunan kedua yang hasilnya menyebut bahwa kerja hibrida unggul tipis dari WFH penuh.
Ilustrasi. Survei terbaru menyebut pekerja memilihi sistem hibrida. (Foto: iStockphoto/Natalie_magic)
Jakarta, CNN Indonesia --

Survei terbaru Microsoft menunjukkan pekerja yang memilih sistem kerja hibrida alias campuran antara kerja jarak jauh atau dari rumah (WFH) dan kerja di kantor (WFO) lebih banyak dibanding yang ingin bekerja tak di kantor sepenuhnya.

Berdasarkan laporan Work Trend Index tahunan kedua yang dirilis Microsoft, Selasa (24/5), 51 persen karyawan yang berpola kerja hibrida mempertimbangkan untuk beralih ke sistem kerja jarak jauh alias remote tahun depan.

Namun, pada survei yang sama, lebih banyak karyawan yang berpola kerja remote (57 persen) mengaku akan mempertimbangkan untuk beralih ke hybrid.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak karyawan hibrida sedang mempertimbangkan untuk beralih ke jarak jauh, sementara lebih banyak lagi karyawan jarak jauh mempertimbangkan untuk beralih ke hibrida di tahun depan," demikian dikutip dari siaran pers Microsoft, Selasa (24/5).

Survei ini dilakukan oleh firma riset Edelman Data x Intelijen terhadap 31.102 pekerja penuh waktu atau pekerja swasta di 31 pasar pada periode 7 Januari 2022 dan 16 Februari 2022.

Survei berbahasa Inggris atau diterjemahkan dalam bahasa lokal ini dilakukan secara online dengan durasi 20 menit. Sebanyak 1.000 pekerja disurvei di tiap pasarnya.

Pasar di sini merepresentasikan tiap negara, antara lain Kanada, Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Kolombia, Meksiko, China, Hong Kong, India, Indonesia, Japan, Malaysia, Philippines, Singapore;

Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Vietnam, Republik Ceko, Finlandia, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Polandia, Spanyol, Swedia, Swis, Inggris, Australia, dan Selandia Baru.

Survei Microsoft ini juga memperlihatkan bahwa dibandingkan tahun lalu migrasi melambat. Saat ini, 38 persen responden mempertimbangkan untuk pindah karena bisa bekerja secara jarak jauh di tempat kerja saat ini, atau turun dibandingkan dengan tahun lalu (46 persen).

Sementara, 30 persen kemungkinan akan mempertimbangkan untuk pindah di tahun depan meskipun harus mencari pekerjaan baru yang memungkinkan mereka bekerja secara jarak jauh.

"Gen Z dan Milenial bahkan lebih bersedia untuk berganti pekerjaan agar dapat tinggal di lokasi yang berbeda (masing-masing 44 persen dan 38 persen), sementara hanya 27 persen Gen X (kelahiran 1965-1980) dan 17 persen Boomer (generasi baby boom pasca-perang dunia II) yang mempertimbangkan perubahan tersebut," tutur keterangan itu.

Laporan Work Trend Index juga menemukan fakta bahwa 38 persen karyawan hibrida mengatakan tantangan terbesar saat ini adalah soal kapan dan kenapa harus masuk kantor. Sementara, 28 persen pimpinan sudah membentuk tim terkait persetujuan untuk pola kerja hibrida.

"Tantangan ke depan bagi setiap organisasi adalah untuk memenuhi harapan baru karyawan yang luar biasa sambil menyeimbangkan hasil bisnis saat ekonomi tidak dapat diprediksi," tutur keterangan Microsoft itu.

Pada saat yang sama, 48 persen responden, termasuk dari Indonesia, cenderung lebih memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan dibandingkan pekerjaan ketimbang sebelum pandemi.

"Dengan menyambut dan beradaptasi terhadap ekspektasi baru tersebut, organisasi justru dapat menyiapkan setiap karyawan dan bisnisnya untuk meraih kesuksesan jangka panjang," kata Wahjudi Purnama, Modern Work & Security Business Group Lead Microsoft Indonesia.

"Tidak ada cara untuk bisa melupakan apa yang kita alami selama dua tahun terakhir, atau dampaknya terhadap hidup kita, karena fleksibilitas dan wellbeing telah menjadi hal yang tidak bisa kita kompromikan," tandasnya.

(ttf/arh)


[Gambas:Video CNN]
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER