Kasus Covid-19 di Indonesia kembali meningkat. Selain soal kebut vaksin booster yang sempat mandek, klaim sinar Matahari sebagai resep mengobati Covid-19 juga kembali ramai.
Penambahan kasus harian Covid-19 per Jumat (8/7) terdapat 2.472 kasus positif. Total kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 6.106.024, terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.
Berdasarkan data manajemen Wisma Atlet per 7 Juli pukul 08.00 WIB, ada 16 orang pasien Covid-19 baru yang dirawat. Sehingga kini terdapat total 205 pasien yang menjalani isolasi terpusat di Tower 6.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :![]() UPDATE CORONA 7 JULI Positif Harian Bertambah 2.881, DKI Sumbang 1.476 Kasus |
Penambahan jumlah pasien terjadi seiring perkembangan Covid-19 DKI yang meningkat imbas subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 dalam sebulan terakhir. Pemerintah pun kembali mengetatkan aturan penggunaan masker di luar ruangan yang sebelumnya sempat dilonggarkan.
Di saat kasus meningkat, ada baiknya mengingat kembali rumor-rumor lama soal Covid-19 agar bisa menerapkan perlakuan yang tepat. Salah satunya, isu matahari bisa membunuh Virus Corona.
Dikutip dari Science Daily, sebuah studi menyebut peningkatan paparan sinar Matahari, khususnya Ultraviolet-A (UVA), dapat menurunkan tingkat kematian akibat Covid-19.
Studi tersebut menemukan bahwa orang yang tinggal di daerah dengan tingkat paparan sinar UVA tertinggi, yang 95 persen berasal dari sinar matahari, memiliki risiko kematian akibat Covid-19 lebih rendah dibanding mereka yang memiliki tingkat paparan lebih rendah. Analisis ini diulang di Inggris dan Italia dan mendapatkan hasil sama.
Pengurangan risiko kematian akibat Covid-19 yang diamati tidak dapat dijelaskan oleh tingkat vitamin D yang lebih tinggi, kata para ahli.
Para peneliti dari University of Edinburgh juga membandingkan semua kematian yang tercatat akibat Covid-19 di benua AS dari Januari hingga April 2020 dengan tingkat UV untuk 2.474 negara bagian AS pada periode waktu yang sama.
"Hubungan antara kematian, musim, dan garis lintang Covid-19 cukup mencolok, di sini kami menawarkan penjelasan alternatif untuk fenomena ini," ungkap Profesor Chris Dibben, Ketua Geografi Kesehatan di Universitas Edinburgh.
Dalam tindak lanjut penelitian ditemukan paparan sinar Matahari menyebabkan pelepasan oksida nitrat di kulit yang dapat mengurangi kemampuan SARS Coronavirus2, penyebab Covid-19, untuk bereplikasi.
"Masih banyak yang tidak kita pahami tentang Covid-19, yang telah mengakibatkan begitu banyak kematian di seluruh dunia. Hasil penelitian awal ini membuka paparan sinar Matahari sebagai salah satu cara yang berpotensi mengurangi risiko kematian," ujar Richard Weller, koresponden peneliti sekaligus konsultan dermatologi di Universitas Edinburgh dalam makalah yang telah diterbitkan dalam British Journal of Dermatology, sebuah publikasi resmi dari British Association of Dermatologists.
Presiden Joko Widodo juga sempat menyebut bahwa suhu panas akan memperpendek hidup virus corona. Pernyataan itu diungkapkan melansir ucapan pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (Homeland Security) yang bukan seorang ilmuwan, pada 2020.
"Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi kelembapan, dan paparan langsung sinar Matahari akan semakin memperpendek masa hidup virus Covid-19 di udara dan di permukaan yang tidak berpori," kata Jokowi, 2020.
Kendati demikian, Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengklarifikasi pernyataan yang menyebut berjemur sinar Matahari menjadi obat Covid-19 adalah hoaks.
Menurut WHO, setiap orang dapat tertular Covid-19 tidak peduli seberapa cerah atau panas cuacanya. Virus Covid-19 dapat menyebar di iklim panas maupun sebaliknya.
"FAKTA: Menjemur diri di bawah sinar matahari atau suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat celcius TIDAK melindungi Anda dari Covid-19," kata WHO dalam laman resminya.
(ttf/fea)