Jelang analog switch-off (ASO) tahap 2 pada 25 Agustus, Mahkamah Agung memberi hadiah bagi stasiun televisi berupa pembatalan aturan sewa slot siaran TV digital.
Sebelumnya, Mahkamah Agung membatalkan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.
Pasal 8 ayat 1 tersebut berbunyi "LPP (Lembaga Penyiaran Publik), LPS (Lembaga Penyiaran Swasta), dan/atau LPK (Lembaga Penyiaran Komunitas) menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kabul permohonan HUM PT Lombok Nuansa Televisi sepanjang ketentuan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran," kata juru bicara MA hakim agung Andi Samsan Nganro, Selasa (2/8), dikutip dari detikcom.
Putusan ini disahkan oleh ketua majelis hakim Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi. Ketiganya menjelaskan pasal yang digugat itu bertentangan dengan Pasal 60A UU Penyiaran jo Pasal 72 angka 8 UU Cipta Kerja.
Majelis menyebut migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital dan dampak dari ASO berlaku bagi seluruh pelaku industri penyiaran televisi.
Seharusnya, kesempatan menjadi LPS yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing terbuka bagi seluruh pelaku industri penyiaran televisi. Faktanya, kata Hakim, PP tersebut menciptakan diskriminasi bagi pelaku usaha penyiaran televisi berskala kecil lewat Pasal 81 ayat (1) itu.
"Pada dasarnya semangat dari UU Cipta Kerja adalah menciptakan iklim usaha yang pasti, kondusif dan adil bagi seluruh pelaku usaha, dalam Permohonan ini terutama bagi pelaku usaha penyiaran televisi," demikian pernyataan Andi.
"Namun, PP No 46/2021 sebagai peraturan pelaksana dari UU Penyiaran juncto UU Cipta Kerja malah menciptakan ketidakpastian, kekacauan dan diskriminasi bagi pelaku usaha penyiaran televisi, karena PP No. 46/2021 telah mengatur hal-hal yang bertentangan dengan UU Penyiaran juncto UU Cipta Kerja yaitu soal penyewaan slot multipleksing," lanjut Wakil Ketua MA bidang Yudisial itu.
Perseroan Terbatas Lombok Nuansa Televisi (Lombok TV) selaku pihak pemohon meminta pemerintah untuk mematuhi putusan yang telah disahkan.
"Kami berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika mematuhi putusan Mahkamah Agung dan tidak membuat hal-hal yang bersifat inkonstitutional seperti menerbitkan PP baru yang materi muatannya sama," kata Gede Aditya Pratama, Kuasa hukum PT Lombok Nuansa Televisi melalui siaran pers pada Sabtu (6/8), seperti dikutip dari Antaranews.com.
Ia juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menghentikan proses ASO di seluruh Indonesia terhadap lembaga penyiaran yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan Penyiaran.
Direktur Lombok TV Yogi Hadi Ismanto menyebut pihaknya sebagai TV lokal telah modal infrastruktur pertelevisian yang mahal. Dengan ketentuan TV digital, biaya makin membengkak.
"Izin penyelenggaraan penyiaran dan alat-alat dibeli dengan harga mahal. Untuk biaya pemancar saja mencapai Rp500 juta. Setelah lima tahun mendapat izin, kami belum balik modal. Tetapi, tiba-tiba harus numpang ke orang," terang Yogi.
Menurut Yogi, sewa slot multipleksing dari TVRI di Lombok mencapai Rp15 juta per bulan. MetroTV bahkan harganya mencapai Rp30 juta.
Komisi I DPR pun mendapat keluhan dari sejumlah TV lokal soal sewa slot TV digital yang mahal ini.
CNNIndonesia.com sudah mencoba berkomunikasi dengan Kominfo terkait putusan ini. Namun, juru bicara Kominfo Dedi Permadi dan Menkominfo Johnny G Plate belum memberikan respons.
Saat ditanya soal kelanjutan ASO pada Senin (8/8), Menkominfo Johnny G Plate menyatakan "Justru saya mau nanya balik, penyelenggara multipleksing sudah menyediakan STB secara cukup dan sudah didistribusikan semuanya belum?".
Program ASO tahap 1 sudah berlangsung pada 30 April. Sebagai permulaan, itu diberlakukan di tiga wilayah siaran di delapan kabupaten kota. Masalhnya, hanya dua wilayah yang bisa menerima siaran swasta dan itu pun hanya Kompas TV. Sisanya, hanya TVRI dan TVRI lokal.
Kominfo pun mengaku menangguhkan izin siaran digital sebelum tuntas tahapan ASO.
(lom/arh)