Selain dianggap bikin sakit pilek, air hujan sejak lama diasumsikan pula oleh sebagian warga sebagai 'air murni' yang bisa diminum langsung hingga terapi penyakit. Benarkah demikian?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu sempat memprediksi musim kemarau RI bakal terbilang basah. Tak butuh waktu lama, beberapa daerah menjalani musim ini dengan hujan. Pemanfaatan air hujan pun jadi opsi, di antaranya untuk cadangan air hingga main air hujan.
Namun, peneliti dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ignasius Sutapa menyebut rata-rata air hujan tak layak digunakan langsung oleh manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Rata-rata air hujan itu kalau ditampung tidak layak untuk digunakan langsung kebutuhan manusia karena pH-nya rendah atau tingkat keasamannya tinggi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, belum lama ini.
pH merupakan indikator derajat keasaman yang didefinisikan dalam angka 1 sampai 14. pH 7 berarti kondisi suatu material netral. Jika angkanya di bawah 7 berarti asam, dan kalau angka di atas itu berarti basa.
Air hujan sendiri dapat bersifat asam dikarenakan saat siklus hidrologi air bertemu polutan yang berasal dari berbagai macam hal, mulai dari asap kendaraan, industri, hingga bencana seperti kebakaran hutan dan gunung meletus.
Sejumlah polutan seperti CO2, SO2, NO2, dan beberapa gas lain merupakan penyebab air hujan bersifat asam. Sederet senyawa ini banyak terdapat di kota besar seperti Jakarta.
Siklus hidrologi sendiri merupakan proses air menguap ke udara membentuk awan yang lalu terkondensasi dan akhirnya turun ke Bumi sebagai hujan.
"Ada namanya siklus hidrologi, jadi air yang sampai ke daratan itu awalnya dimulai dari air laut lalu menguap, menguap ke atas menjadi awan, awan jadi mendung, mendung jadi tebal, kemudian jadi berkondensasi, kemudian jadi hujan turun lagi," terang Ignasius.
Sebagai catatan, pada penguapan, yang menguap hanya air dan tidak material yang terikat dengannya. Misalnya, penguapan air laut hanya menguapkan airnya saja tanpa membawa garam ke awan.
Terkait pemanfaatan, Ignasius menyebut penggunaan air hujan secara langsung sangat tidak disarankan. Pasalnya, air yang mengandung sifat asam bisa bersifat korosif.
Ia menyebut wilayah yang menampung air dan langsung menggunakannya untuk mandi kerap mengeluh giginya cepat keropos, karena asam itu mengikis termasuk mengikis gigi. Selain itu, penggunaan air semacam ini juga berpotensi membuat kulit iritasi.
Dengan demikian, air hujan tidak disarankan untuk digunakan langsung, terlebih dikonsumsi.
Berdasarkan hasil pemantauan tingkat pH di 52 stasiun, BMKG mengungkapkan hanya sedikit kota yang air hujannya mendekati ideal.
BMKG mengkategorikan air hujan sangat baik, cenderung netral seperti air permukaan berada pada pH 6,1 - 7; air hujan ideal dengan pH ideal 5,6 - 6, air hujan basa pH di atas 7; hujan asam pH 4,1 - 5,5; hujan asam tinggi pH 3-4; hujan asam ekstrem di bawah 3.
Yang masuk kategori ideal di antaranya adalah Tegal (pH 5,57), Kotabatang (5,67), Kediri (5,73).
Bagaimana Jakarta? Stasiun Kemayoran 2 menemukan tingkat pH air hujan mencapai 4,72 alias cenderung asam.
Pengambilan sampel menggunakan metode Wet Deposition dan Wet & Dry Deposition dengan alat Automatic Rain Water Sampler (ARWS). Analisis sampel air hujan dilakukan di laboratorium kualitas udara BMKG dengan menggunakan alat ion chromatograph.
Ignasius pun menyebut perlu adanya peningkatan kualitas untuk air hujan agar memenuhi standar yang dibutuhkan untuk digunakan manusia.
Lihat Juga :101 Science Kenapa Air Laut Rasanya Asin? |
"Bukan berarti air hujan tidak bisa digunakan, tetapi kualitasnya harus ditingkatkan. Kalau ada kotoran harus difilter, mungkin kalau ada bakteri diberikan disinfektan, kalau pH-nya rendah harus ditingkatkan," jelasnya.
Sementara itu Ignasius menyebut untuk beberapa kebutuhan seperti perkebunan dan pertanian yang hanya membutuhkan air kualitas C, air hujan dapat digunakan langsung dan tidak perlu melewati proses terlebih dulu.
(lom/arh)