Polisi Klaim Gas Air Mata Kedaluwarsa Berkurang Efeknya, Benarkah?

CNN Indonesia
Selasa, 11 Okt 2022 13:45 WIB
Mabes Polri mengakui menggunakan gas air mata kedaluwarsa saat insiden di Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10).
Tembakan gas air mata ke arah tribun yang dilakukan kepolisian saat tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10). Foto: ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO
Jakarta, CNN Indonesia --

Markas besar (Mabes) Polri mengakui sejumlah gas air mata yang digunakan dalam insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang Jawa Timur pada Sabtu (1/10) malam telah kedaluwarsa.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan sejumlah gas tersebut telah kedaluwarsa sejak 2021.

"Ya ada beberapa yang diketemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penggunaan gas air mata pada insiden itu telah memicu 131 orang meninggal dunia. Korban kebanyakan suporter Arema FC yang datang untuk menyaksikan pertandingan timnya melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1.

Dalam laga itu, Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya. Kerusuhan terjadi usai pertandingan usai beberapa suporter masuk kemudian dibalas tembakan gas air mata oleh kepolisian ke arah tribun penonton.

Pihak kepolisian pun mengklaim gas air mata yang kedaluwarsa tidak berbahaya. "Selongsong itu masih bisa digunakan cuma dia tidak maksimal, justru enggak ada bahayanya. Misal kayak kalau kerupuk itu melempem, pokoknya dari keras jadi enggak," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/9).

Benarkah demikian?

Penggunaan gas air mata kedaluwarsa tidak hanya pernah terjadi di Indonesia melainkan berbagai negara. Hal itu antara lain pernah terjadi saat demonstrasi di daerah Raleigh, Amerika Serikat, Mei 2020 silam.

Ketika itu, kepolisian setempat juga mengklaim gas air mata yang kedaluwarsa berkurang efeknya. "Ketika gas itu mencapai batasnya, dia menjadi lebih lemah," kata Shawn Anderson, kepala deputi polisi Cary Police Department seperti dilansir News Observer.

Namun menurut Sven Eric Jordt, ilmuwan dari Duke University, efek gas air mata kedaluwarsa tidak dapat dipastikan. Pasalnya, kajian soal itu masih minim.

"Mungkin saja kurang efektif, tetapi kita juga harus memonitor apa yang terkandung di dalam gas itu," kata Jordt.

Jordt menambahkan, gas air mata yang kedaluwarsa bisa lebih berbahaya jika digunakan. Pasalnya, saat selongsongnya ditembakkan, itu bisa menjadi tidak akurat.

Alhasil, itu bisa memunculkan konsentrasi zat kimiawi yang tinggi. Namun, Jordt mengatakan, level sianida yang ada di gas air mata tidak cukup untuk menyebabkan kematian.

"Tidak disarankan menghirup sianida dalam berbagai bentuk. Tetapi saya tidak berpikir sianida di situ (gas air mata, red) bisa menyebabkan kematian," katanya.

Di sisi lain, ahli racun dari NC State University, James Bonner mengatakan, gas yang sudah kedaluwarsa sebaiknya tidak digunakan. "Kalau tidak, mengapa Anda punya tanggal kedaluwarsa di sana? Itu ada karena sesuatu alasan," kata Bonner.

Sementara itu mengutip Portland Mercury, Rob Hendrickson, Direktur Medis dari Oregon Poison Center mengatakan, tak seharusnya ada orang yang secara konstan terpapar gas air mata. Selain itu, ia juga mengatakan, gas air mata kedaluwarsa bisa sangat berbahaya karena dua hal.

Pertama, mekanisme pembakaran pada selongsong gas air mata yang kedaluwarsa bisa pecah, menyebabkan gas menyebar terlalu cepat atau dalam konsentrasi yang kelewat tinggi. Kedua, komponen kimiawi dari gas air mata bisa berubah melewati tanggal kedaluwarsanya.

"Kita tidak tahu lagi apa isi dari selongsong itu,. Kita tahu, gas air mata bermula sebagai hal tertentu dan perusahaan pembuatnya menggaransi hal itu sebelum tanggal kedaluwarsanya. Tetapi kita tidak tahu lagi bagaimana gas-gas air mata itu menyebar," katanya.

Terpisah, Profesor asal Venezuela, Monica Krauter menemukan, gas air mata yang kedaluwarsa bisa terdegradasi menjadi zat kimia yang lebih beracun. Mengutip Nikkei Asia, zat-zat itu antara lain sianida oksida dan fosgen, dengan potensi menyebabkan kerusakan jantung, otak, saraf atau paru-paru tergantung pada paparan.

"Selongsong gas air mata yang terdekomposisi menjadi sianida oksida, fosgen, dan nitrogen yang sangat-sangat berbahaya," kata Krauter yang memang mengkaji efek gas air mata.

[Gambas:Video CNN]

(lth/lth)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER